IAW Desak Audit Nasional! Terungkap Aset Negara Rp17.450 Triliun Raib di Kawasan Elite

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Pernyataan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait aset negara membuka tabir baru dalam pengelolaan kekayaan nasional. Keduanya mengisyaratkan pentingnya menelusuri ulang keberadaan aset negara yang diduga lenyap tanpa jejak hukum.
Dalam Sidang Kabinet 6 Mei 2025, Presiden Prabowo menyebut banyak aset negara tidak tercatat, bahkan mengindikasikan kemungkinan adanya birokrat yang sengaja menyembunyikannya. Tak lama setelah itu, Sri Mulyani melaporkan kenaikan Kekayaan Negara (KN) menjadi Rp13.692 triliun, yang berasal dari optimalisasi SDA dan BUMN.
IAW: Aset Strategis Negara Hilang Tanpa Jejak
Menurut Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, pernyataan dua pejabat tinggi negara tersebut bukan sekadar retorika, melainkan sinyal kuat bahwa negara sedang mempersiapkan pembongkaran besar-besaran atas kontradiksi fiskal yang selama ini tertutup.
“Jika dilihat bersama, pernyataan itu untuk membongkar kontradiksi fiskal yang besar,” ujar Iskandar (16/7/2025).
Investigasi IAW mengungkap bahwa lebih dari 1.190 hektare lahan strategis yang dibeli era Presiden Soekarno antara 1959–1962 untuk Asian Games, kini tidak lagi tercatat sebagai Barang Milik Negara (BMN). Kawasan-kawasan itu kini berubah menjadi wilayah elite seperti Senayan, GBK, SCBD, Halim, Menteng, Tebet, Cawang, dan Kemayoran.
Dari Aset Negara Jadi Kawasan Elit: GBK & SCBD Disorot
Iskandar menjelaskan bahwa pembelian lahan saat itu menggunakan APBN, disalurkan melalui Bank Sukapura (cikal bakal Bank DKI) dan KUPAG. Namun audit BPK 2022–2023 menemukan hanya 18 persen lahan yang masih tercatat sebagai aset negara. Sisanya berubah fungsi menjadi apartemen, hotel, gedung perkantoran, dan pusat bisnis swasta.
“Ini penggelapan struktural yang merugikan negara triliunan rupiah,” tegas Iskandar.
Kontradiksi Kenaikan KN dan Aset Hilang
Sementara Sri Mulyani melaporkan kenaikan KN sebesar Rp1.000 triliun, IAW justru mencatat kerugian akibat aset negara yang hilang mencapai Rp17.450 triliun.
“Ironis! Kerugiannya jauh lebih besar dari kenaikan KN yang dibanggakan,” ujarnya.
Tiga Modus Besar Penggelapan Aset Negara
IAW memetakan tiga pola utama dalam penghilangan aset negara:
Pemalsuan dokumen dan penerbitan HGB tanpa peta dasar negara
Contoh: Plaza Senayan diberi HGB pada 1983 tanpa dasar hukum pembelian 1959–1962.Kelalaian administratif lembaga negara
Seperti Kemenpora yang tidak mencantumkan 100 hektare lahan GBK dalam LKPP.Suap terselubung dari pengembang properti kepada birokrat
Diberikan dalam bentuk “fee” 3–5% untuk mempercepat proses penerbitan izin.Usulkan 5 Langkah Audit Nasional Aset Strategis
Untuk menanggulangi krisis ini, IAW mengajukan lima langkah konkret kepada pemerintah:
Keppres Audit Nasional Aset Strategis untuk lahan eks-APBN di Senayan, Halim, Menteng, dan Kemayoran.
Pembekuan semua HGB yang diterbitkan tanpa verifikasi hukum atas tanah eks-APBN.
Pembentukan Satgas Nasional Pemulihan Aset Sejarah (SANPAS) yang beranggotakan BPK, KPK, Kejagung, BPN, Arsip Nasional, BIN, dan Kemenkeu.
Audit ulang transaksi Bank Sukapura dan KUPAG tahun 1959–1965.
Mengembalikan status YGORBK (Gelora Bung Karno) sesuai Keppres 318/1962.
Audit Aset adalah Penegakan Kedaulatan Fiskal dan Sejarah
“Ini bukan sekadar soal audit aset. Ini soal kedaulatan fiskal, sejarah, dan moral bangsa,” tegas Iskandar.
Ia menekankan bahwa aset negara adalah hak rakyat, dan kehilangan tanpa jejak adalah perampokan terhadap masa depan bangsa.
“Aset negara hilang = hak rakyat dirampok! Dukung audit nasional sekarang juga!”
Editor : Rizal Fadillah