Menteri Kebudayaan Fadli Zon Tinjau Situs Batu Lulumpang dan Cangkuang di Garut

GARUT,iNews BandungRaya.id - Menteri Kebudayaan Republik Indonesia (RI) Fadli Zon melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Dalam safari kerja budaya ini, Fadli Zon membuka ajang Kasundan International Silat Camp (KISC) 2025, serta meninjau Situs Batu Lulumpang dan Situs Cangkuang.
Kunjungan dilakukan sebagai bagian dari komitmen Kementerian Kebudayaan dalam memajukan kebudayaan berbasis kearifan lokal dan pelestarian situs-situs bersejarah.
Dalam safari kerjanya di wilayah kerja Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IX ini, Fadli Zon memastikan pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan memberi dampak positif pada pembangunan bangsa.
Mengawali kunjungan, Menbud membuka ajang Kasundan International Silat Camp (KISC) 2025 di Gedung Bela Diri, Sarana Olahraga RAA Adjiwidjaja.
Dalam sambutannya, Menbud Fadli menekankan pentingnya pencak silat sebagai bagian dari pelestarian warisan budaya, sarana promosi budaya nasional, sekaligus instrumen diplomasi budaya Indonesia di kancah global.
"Kasundan International Silat Camp 2025 merupakan salah satu inisiatif penting untuk memperkuat pelestarian, promosi, dan diplomasi budaya melalui seni bela diri tradisional pencak silat yang sudah ditetapkan sebagai WBTb Dunia oleh UNESCO pada 12 Desember 2019,” tutur Menbud Fadli, Kamis (7/8/2025).
Pengakuan ini diberikan karena pencak silat merupakan sebuah seni bela diri yang mengandung dimensi mental-spiritual seni, olahraga, dan filosofi hidup masyarakat Indonesia.
Tahun ini, KISC memasuki edisi ketiganya dengan mengusung tema 'Memperkenalkan Seni dan Budaya Indonesia melalui Ulin, Ulik, dan Usik.'. Dengan filosofi 'Ulin'(wisata), 'Ulik' (pendalaman ilmu), dan 'Usik' (eksibisi/kesenian).
Di kawasan situs Cangkuang ini, Fadli Zon berkeliling meninjau Pemukiman Adat Kampung Pulo, Makam Eyang Embah Arif Muhammad, Candi Cangkuang dan Museum Situs Cagar Budaya Candi Cangkuang.
Untuk sampai ke kawasan situs, Menbud menyeberangi Situ atau Danau Cangkuang menggunakan perahu rakit tradisional. Kedatangannya disambut kesenian Rudat berupa upacara adat siraman tujuh kendi, tradisi sakral sebagai simbol penyucian diri sebelum memasuki wilayah Kampung Pulo.
Air dari tujuh kendi ini berasal dari tujuh mata air yang ada di Kampung Pulo, enam di antaranya dari Kampung Pulo dan satu dari sumur Masjid Kampung Pulo.
Kampung Pulo merupakan permukiman adat yang dihuni oleh keturunan Arif Muhammad, tokoh penyebar Islam di wilayah tersebut yang berasal dari Kerajaan Mataram saat penyerbuan ke Batavia pada abad ke-17.
Arif Muhammad kemudian memilih menetap di daerah ini dan menjadi tokoh spiritual yang sangat dihormati oleh masyarakat. Makamnya menjadi salah satu titik penting ziarah budaya dan sejarah di kawasan ini.
Menbud Fadli Zon mengatakan, dari kawasan ini terkandung nilai budaya berupa ekosistem dari keharmonisan hubungan di masa lalu.
"Keberagaman, pemahaman pemeluk agama Hindu, Islam, dan juga pemeluk-pemeluk lain bisa hidup dengan damai di sini, disini tergambar Bhineka Tunggal Ika," katanya.
Candi peninggalan bersejarah agama Hindu ini di dalamnya terdapat patung Dewa Siwa, simbol spiritual masa lalu yang menjadi bukti nyata dari harmonisasi keyakinan di wilayah ini.
"Ini tentu akan segera kita dorong agar Candi Cangkuang bisa ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat nasional," jelasnya.
Fadli mengajak generasi muda untuk belajar tentang sejarah Candi Cangkuang, sosok Embah Dalem Arif Muhammad, dan warisan budaya takbenda lainnya yang berkembang di masyarakat sekitar.
"Kita harapkan supaya generasi muda bisa mengenal dan belajar tentang ekspresi-ekspresi budaya lokal, seperti siraman yang sudah menjadi sebuah budaya di sini dan warisan budaya tak benda lainnya," harapnya.
Sementara di Situs Batu Lulumpang yang berada di Desa Cimareme, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut dengan menempuh perjalanan menggunakan sepeda motor milik warga setempat.
Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki, menapaki undakan hingga akhirnya tiba di lokasi batu berlubang yang menyerupai lumpang.
Situs Pasir Lulumpang merupakan salah satu tinggalan penting dari masa prasejarah yang ditandai dengan keberadaan lumpang batu berukuran besar yang memiliki lubang di tengah.
Situs ini juga dikelilingi oleh struktur tanah berbentuk punden berundak. Menbud Fadli menekankan pentingnya riset dan kajian mendalam tentang Pasir Lulumpang dengan membangun narasi dan pengetahuan yang lebih komprehensif.
"Pasir Lulumpang mempunyai ciri khas sesuai namanya, yaitu adanya lumpang dan juga kemungkinan ada dakonnya. Situs ini terdiri atas 13 teras yang disusun sebagai satu struktur budaya," terangnya.
Menurut Menbud Fadli, situs ini masih memerlukan kajian mendalam mengenai fungsi asli dari batu-batu berbentuk lumpang tersebut. Ia menekankan potensi pengembangan situs ini sebagai pusat pengetahuan dan wisata budaya.
"Perlu satu penelitian dan kajian lagi yang lebih mendalam tentang fungsi dari Pasir Lulumpang atau situs batu-batu yang dibuat semacam lumpang ini. Situs harus dikembangkan lagi karena ada juga temuan-temuan serupa di sekitar situs ini,” jelas dia.
Pada kesempatan ini Fadli Zon didampingi Staf Khusus Menteri Bidang Protokol dan Rumah Tangga, Rachmanda Primayuda, Direktur Warisan Budaya, I Made Dharma Suteja, Direktur Promosi Kebudayaan, Undri, dan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IX, Retno Raswaty. (*)
Editor : Rizki Maulana