get app
inews
Aa Text
Read Next : Bojan Hodak Optimis Persib Bandung Kalahkan Persijap Jepara di Super League 2025

Gaya Hidup Bujet Pas-pasan Jiwa Sosialita Menguak Rapuhnya Literasi Finansial

Minggu, 17 Agustus 2025 | 17:45 WIB
header img
Ilustrasi fenomena BPJS, Rojali dan Rohana. (Foto: Ist)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Di tengah gemerlap pusat perbelanjaan modern, fenomena BPJS atau Bujet Pas-pasan Jiwa Sosialita semakin sering ditemui.

Lantai marmer mal yang berkilau, aroma kopi mahal, hingga brand fesyen ternama, menjadi panggung bagi kelompok masyarakat yang datang hanya untuk sekadar berfoto, menikmati suasana, lalu pulang tanpa belanja.

Fenomena ini melahirkan istilah populer lain seperti Rohana (rombongan hanya nanya-nanya) dan Rojali (rombongan jarang beli). Meski terdengar lucu, realitas ini mencerminkan kondisi ekonomi masyarakat yang serba terbatas, terjebak di antara impian kelas menengah dan kenyataan daya beli yang rendah.

Data Ekonomi: Jurang Harapan dan Kenyataan

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Februari 2025 terdapat 7,28 juta pengangguran. Sementara itu, pada Maret 2025, sebanyak 23,85 juta penduduk Indonesia atau 8,47% hidup di bawah garis kemiskinan. Di Papua Pegunungan, angka kemiskinan bahkan mencapai 30,03%.

Rata-rata upah buruh nasional hanya sekitar Rp3,09 juta per bulan, jauh dari cukup untuk menopang gaya hidup konsumtif di kota besar. Rendahnya literasi finansial ikut memperparah kondisi.

Survei OJK–BPS 2025 menunjukkan bahwa lulusan SD atau yang tidak sekolah hanya memiliki tingkat literasi keuangan 43–55%.

Minimnya pemahaman ini membuat masyarakat rentan terjerat utang konsumtif, paylater, dan fintech lending, yang pertumbuhannya mencapai 17% per tahun. Alih-alih memperbaiki kesejahteraan, fenomena ini justru memperdalam jeratan finansial.

BPJS Sebagai Cerminan Patologi Sosial

Menurut teori sosiologi Emile Durkheim, kondisi ini disebut anomie, yakni ketika norma sosial melemah dan individu merasa terasing dari tujuan masyarakat. Robert K. Merton dalam teori strain juga menegaskan adanya ketegangan antara impian kelas menengah dengan keterbatasan akses ekonomi.

Fenomena BPJS, Rohana, dan Rojali adalah bentuk konsumsi simbolik. Kehadiran di mal atau kafe mewah hanyalah simbol status, meski tanpa transaksi nyata. Media sosial kemudian menjadi panggung utama untuk menampilkan citra tersebut.

“Cuma untuk story, biar teman tahu kita main ke sini,” ujar seorang ibu arisan, menggambarkan bagaimana pencitraan lebih penting daripada kepemilikan.

Kebijakan dan Solusi Mengatasi Fenomena BPJS

Fenomena Bujet Pas-pasan Jiwa Sosialita bukan sekadar gaya hidup, tetapi cermin dari kegagalan sistem yang lebih luas: pengangguran, pendidikan rendah, serta literasi finansial yang lemah.

Beberapa langkah kebijakan yang bisa dilakukan antara lain:

  • Memaksimalkan program “Indonesia Produktif” agar bukan sekadar pelatihan, tetapi menjamin akses pekerjaan layak.
  • Mengoptimalkan Inpres No. 8 Tahun 2025 tentang kemiskinan ekstrem dengan melibatkan warga miskin secara aktif, bukan hanya penerima bantuan.
  • Integrasi literasi finansial ke kurikulum sekolah melalui modul Kemnaker dan OJK, termasuk pendidikan menengah.
  • Pengendalian utang konsumtif dengan wacana pajak paylater sebagai salah satu instrumen regulasi.

Fenomena BPJS, Rohana, dan Rojali adalah cermin paradoks masyarakat modern: semarak gaya hidup sosialita beradu dengan keterbatasan ekonomi. Jika tidak segera diatasi, generasi mendatang akan mewarisi siklus rapuh: pengangguran, utang konsumtif, dan pencitraan semu.

Solusi nyata tidak cukup berhenti pada slogan, melainkan kebijakan yang benar-benar meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Karena kemerdekaan ekonomi bukan sekadar bisa berfoto di kafe mewah, melainkan pulang dengan hasil nyata untuk keluarga.

Ditulis oleh: Penta Peturun, Staf Khusus Menteri Ketenagakerajaan RI

Editor : Rizal Fadillah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut