Buka Jalur Wisata Terpendam melalui Superadventure Deep Forest Challenge

PANGANDARAN, iNewsBandungRaya.id - Puluhan offroader roda empat mengikuti gelaran Superadventure Deep Forest Challenge (DFC) 4 2025 yang mengambil rute Tasikmalaya-Pangandaran, mulai Senin (1/9/2025) hingga Sabtu (6/9/2025).
Para offroader dari berbagai komunitas asal sejumlah provinsi di Indonesia tersebut dibagi dalam 2 kategori, yakni Expediton Wild Forest dan Overland. Kategori ekspedisi alam liar tersebut diikuti 22 offroader yang berlangsung selama 6 hari. Sedangkan untuk Overland diikuti 52 peserta yang digelar selama 3 hari sejak Rabu (3/9/2025) hingga Sabtu (6/9/2025).
Expedition Wild Forest merupakan petualangan melintasi medan hutan belantara yang ekstrem dan berat. Etape pertama, para offroader melintasi wilayah hutan Urung sepanjang 17 km, lalu menyusuri kawasan hutan Cikatomas sepanjang 9 km. Sedangkan sisanya merupakan jalan alteri yang telah biasa dilewati masyarakat.
Sedangkan, Overland lebih menekankan pada perjalanan jarak jauh dengan kendaraan yang juga berfungsi sebagai tempat tinggal. Tujuannya bukan hanya menguji kendaraan, tetapi juga mengeksplorasi tempat-tempat baru dalam jangka waktu panjang, dengan kecepatan yang lebih santai.
Offtoad Berwawasan Lingkungan Eksploarasi Jalur Terlupakan
Perwakilan Superadventure Andri Yulandri mengatakan, DFC 4 yang digelar Lima Production tersebut memiliki keunikan tersendiri dari gelaran off-road ekspedisi lainnya. Dengan mengusung semangat kebersamaan, persaudaraan, serta kepedulian terhadap alam. Kegiatan outdoor ini selain berwawasan lingkungan, juga mengeksplorasi rute-rute atau jalan lawas warisan kolonial Belanda. Juga kawasan wisata yang sudah terbengkalai puluhan tahun silam.
"Bahkan ada jalur yang belum pernah dilintasi, kita buka kembali. Tak jarang kita menemukan situs-situs yang sudah tak terpelihara," kata Andri kepada wartawan di garis finish di kawasan Kampung Turis Pantai Pangandaran, Sabtu (6/9/2026).
Selain jalan-jalan bersejarah, saat peserta DFC berpetualang, seringkali menemukan beberapa tempat wisata yang sudah terendam, dan terlupakan. "Kita timbulkan lagi dan mudah-mudahan kita bisa ke angkat lagi dan bisa dijadikan lagi ekowisata," sambungnya.
Andri menegaskan, uniknya di DFC ini tidak ada pemenang karena bukan komptisi. Kendati ada sejumlah offroader yang tidak bisa mencapai finish, menurutnya, bukan berarti mereka gagal. Di akhir acara, hanya belasan offroader yang mendapatkan Pin penghargaan, selain ada pula penghargaan-penghargaan individu yang diberikan pada para peserta.
"Dalam kegiatan itu kita lihat dari proses dan usahanya dari masing-masing komunitas. Tdak ada yang tidak menang, yang penting selamat sampai tujuan pulang lagi ke rumah dengan selamat, tidak ada kekurangan apapun, " jelas Andri.
Superadventure sendiri sudah mendukung penyelenggaraan DFC dua kali, yakni pada 2023 dan 2025 ini yang digelar Lima Production bersama Perhutani, IMI Jabar, dan IOF Jabar. Ke depan, pihaknya berencana kembali mendukung ekspedisi dua tahunan ini dengan menyusuri rute yang berbeda di kawasan hutan liar lainnya di Indonesia.
"Selama kegiatannya positif dan mendukung komunitas. Superadventure akan terus eksis. Insya Allah," pungkas Andri.
Bukan Menaklukkan tapi Menyiasati Alam
Sementara itu, Founder DFC, Leo Firmanto mengatakan, ada 4 pilar yang diusung dalam penyelenggaraan DFC ini. Keempatnya, yakni wisata alam, kesenian, kegiatan sosial dan budayanya. "Baik ekspedisi yang terutama, maupun overland semua harus ada keempat pilar tersebut," jelas Leo.
Menurut Leo, DFC bukanlah offroad yang memiliki standar aturan, tapi justru alamnya yang membuat peraturan sendiri. Tantangannya adalah bagaimana peserta menyesuaikannya dengan alam, bukan menaklukkan. "Kita bukan menaklukkan alam, tapi menyiasati alam, agar bisa kita lalui dengan baik tentunya. Itulah filosofi dari ekspedisi ini," tambahnya.
Dalam setiap penyelenggaraan rutenya, peraturannya, kondisi alamnya, serta ketinggiannya juga berbeda. DFC kali ini yang mengambil tema Wild Forest tersebut menjelajahi wilayah dengan ketinggian paling rendah, yakni 400-500 mdpl milik Perhutani. "Jadi hutan liar dari tahun 1960-an, dan yang kami lalui ini adalah jalur-jalur yang memang orang enggak mau masuk sebetulnya," kata Leo.
Ekspedisi ini, menurut Leo, memberikan tantangan tersendiri bagi para offroader. Ekspedisi dimulai pukul 08.00 WIB yang diawali perencanaan atau safety talk membahas etape yang akan dilalui hari itu. Lalu melakukan perjalanan hingga pukul 17.00 WIB.
"Jam 05.00 (sore) cut-off. Oh. Kita cari tempat istirahat. Camp, kita bikin tenda, kita pasang bersama. Nah, itu luar biasa, tidur di hutan," ucapnya.
Belum lagi tantangan medan yang ekstreme. Tak jarang, mobil slip hingga terbalik di sela-sela pohon besar. Tentunya hal tersebut memerlukan keahlian khusus dan kerja sama tim untuk mengatasinya.
Tayangan cuplikan video saat mobil salah satu offroader terbalik saat melintasi hutan liar di kawasan Tasikmalaya dalam gelaran Superadventure DFC 2 2025. (foto: inews.id/deni
Salah seorang peserta, Binsar Beton Nianto, leader DFC 091 asal Jakarta mengaku, semua aktivitas ekspedisi tersebut menyenangkan dan penuh tantangan. Namun untuk mengikuti DFC ini dibutuhkan persiapan yang matang karena menghadapi alam liar yang ekstreme.
"Mobilnya itu prepare-nya harus bagus, alat batu yang cover-nya harus bagus, dan kita semua menggunakan alat-alat itu dengan terukur gitu. Supaya menghindari mobilnya rusak di trek gitu. Karena treknya luar biasa. Kalau mau coba, enggak usah pakai mobil, pakai motor aja, enggak bakal keluar. Atau jalan kaki daja, enggak bakal keluar. Semuanya tantangan bagi kami," papar Binsar. (*)
Editor : Abdul Basir