Pedagang di Cimol Bandung Kelimpungan, Razia Pakaian Impor Bikin Pasar Sepi dan Omzet Anjlok
BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Sejumlah pedagang pakaian eceran di Pasar Cimol Gedebage, Kota Bandung, mengaku resah dengan kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang memperketat razia bal pakaian impor ilegal di pelabuhan. Kebijakan tersebut membuat pasokan barang ke pasar tersendat dan aktivitas jual-beli ikut melambat.
“Kalau melihat dari situasi pasar sekarang ini, kami pedagang pengecer sangat terdampak sekali. Berdagang jadi sepi,” tutur Rusdianto, salah satu pemilik kios pakaian eceran, saat ditemui di lapaknya, Selasa (28/10/2025).
Rusdianto menuturkan, sejak aturan itu diberlakukan, omzet penjualan turun lebih dari 50 persen. Padahal, sebagian besar barang dagangannya tidak berasal dari impor langsung, melainkan dari pemasok lokal yang membeli dari gudang besar.
“Kami ini cuma jualan eceran, bukan yang impor langsung. Barangnya juga ada yang baru, ada yang thrifting, tapi semuanya masih layak dipakai,” ujarnya.
Menurut Rusdianto, kebijakan tersebut terasa tidak adil karena seolah menyamakan pedagang kecil dengan importir besar.
“Tidak semua pedagang Cimol ini jual barang thrifting, banyak juga yang jual barang gres. Harapannya, pemerintah bisa pikirkan nasib kami pedagang kecil,” katanya menambahkan.
Tak jauh dari lapak Rusdianto, Bernard Sinanggaling (49) menyampaikan keluhan serupa. Ia mengatakan, razia bal impor di pelabuhan berdampak langsung pada terhentinya pasokan barang ke para pedagang kecil di pasar.
“Kalau hulunya tidak ada barang, kami di sini juga nggak bisa jualan. Kami tentu sangat resah,” ucap Bernard.
Bernard menjelaskan, bahkan sebelum kebijakan baru itu diterapkan, kondisi pasar sudah menurun. Kini, dengan stok makin terbatas dan pengunjung berkurang, penjualannya merosot hingga 70 persen.
“Pengunjung sudah berkurang, barang makin susah. Kami nggak tahu harus gimana lagi,” tambahnya.
Para pedagang di Pasar Cimol Gedebage menegaskan bahwa mereka bukan pelaku impor ilegal. Sebagian besar hanya menjual pakaian layak pakai dengan harga terjangkau, baik baru maupun bekas, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
“Kami cuma ingin tetap bisa jualan dan menghidupi keluarga,” kata Rusdianto.
Mereka berharap pemerintah dapat meninjau kembali kebijakan tersebut agar tidak mematikan mata pencaharian pedagang kecil.
Editor : Agung Bakti Sarasa