Anak-anak Terancam! Kekerasan, Perkawinan Dini, hingga Ekspolitasi Jadi Sorotan KMPPA Jawa Barat
BANDUNG,iNews BandungRaya.id - Tingginya angka kejahatan pada anak di Kabupaten Ciamis menjadi fenomena yang harus diwaspadai oleh pemerintah dan masyarakat.
Sejumlah kasus yang muncul di antaranya kekerasan seksual, perkawinan anak, pekerja anak di bawah umur, hingga maraknya hubungan sesama jenis (LGBT) di kalangan remaja.
Hal itu jadi fokus pembahasan dalam acara Dialog Interaktif dan Sarasehan Tokoh Agama dan Masyarakat tentang perlindungan anak yang dihadiri tokoh agama, guru, pimpinan ormas, OKP, dan masyarakat di Kabupaten Ciamis, Rabu (17/12/2025).
"Fenomena kejahatan anak jangan dianggap sebuah kasus biasa, apalagi angka kekerasan anak naik dari tahun 2024 hingga 2025," kata Ketua Kelompok Masyarakat Peduli Perlindungan Anak (KMPPA) Provinsi Jawa Barat, Andri Mochamad yang menjadi pembicara dalam saresehan ini.
Menurutnya perlindungan anak membutuhkan peran bersama antara pemerintah, DPRD dan masyarakat sebagamana ditegaskan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Yakni ada lima pilar perlindungan anak, mereka adalah negara, pemerintah daerah, keluarga, masyarakat dan orang tua wali yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Makna dari undang-undang ini sangat jelas, bahwa pentingnya sinergitas dan kolaborasi berbagai pihak untuk melindungi generasi bangsa dari ancaman kejahatan pada anak.
"Negara dan pemerintah daerah tidak akan mampu menyelesaikan sendiri permasalah anak tanpa bantuan komponen masyarakat, termasuk di Kabupaten Ciamis," ucap Andri.
Dikatakannya, berbicara penyelenggaraan perlindungan anak pemerintah sebagai penyelenggara perlindungan anak tentu harus mengakomodasi dan merespon positif ide dan gagasan berbagai pihak.
"Masa depan bangsa tergantung pada nasib anak-anak hari ini, yang harus terjamin hak dan terlindungi dari pengaruh negatif, agar tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang cerdas dan hebat, sebagai estafet kepimpinan masa depan bangsa," tuturnya.
Ketua KMPPA Kabupaten Ciamis Enjen Saputra menyoroti tajam persoalan kasus kekerasan pada anak di Kabupaten Ciamis. Oleh karena itu pentingnya sosialisasi langsung kepada masyarakat.
Adapun program perlindungan anak yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui SKPD terkait yaitu DPPKBP3A belum seluruhnya menyentuh masyarakat langsung khusus generasi melenial.
"Edukasi perlindungan anak yang digagas KMPPA Kabupaten Ciamis ini harus terus disosialisasikan. Terlebih di era keterbukaan informasi konten pencegahan tindakan kekerasan pada anak, bullying, perundungan, perkawinan di bawah umur, bisa disampaikan dengan berbagai tema dan media informasi menyesuaikan dengan generasi Z sekarang," kata Enjen.
Salah seorang perwakilan dari BEM, Fanny mengaku edukasi secara langsung tentang perlindungan anak sangatlah penting.
"Kami sebagai masyarakat Ciamis merasa prihatin. Apalah pentingnya predikat Kabupaten Layak Anak (KLA) Kabupaten Ciamis bila kasus kekerasan pada anak masih marak terjadi," ujarnya.
Atas dasar kajian yuridis, masukan tokoh masyarakat Acep Deden, Ketua Forum Pondok Pesantren KH Nonop Khanafi, Ketua MUI KH Aef Saeful Uyun, Ketua KNPI Kabupaten Ciamis Haris Herdiana, dan unsur organisasi perempuan, penting untuk membentuk KPAID (Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah) di Ciamis.
Lembaga itu sebagai mitra strategis pemerintah daerah yang fokus pada urusan perlindungan pemenuhan hak anak.
Tugas fungsinya berbeda dengan P2TP2A atau UPTD PPA, karena tugas KPAID berada di wilayah promotif dan preventif yakni pencegahan, menyosialisasikan tentang urgensi perlindungan dan pencegahan kasus.
Sementara tugas fungsi P2TP2A atau UPTD PPA berada diwilayah kuratif dan rehabilitatif yaitu pelayanan dan penanganan kasus.
Sedangkan DPPKBP3A membidangi urusan anak di wilayah kebijakan penyelenggara perlindungan anak secara makro. (*)
Editor : Rizki Maulana