Evaluasi Akhir Tahun 2025, DPRD Soroti Masih Rendahnya Indeks Pendidikan di Jabar
BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Sektor pendidikan masih menjadi perhatian khusus DPRD Jabar atas kinerja Pemprov Jabar sepanjang 2025 ini.
Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono ST mengemukankan, indeks pendiikan di Jabar masih tergolong rendah hingga 2025 ini. Di antaranya soal masih rendahnya tingktat lamanya sekolah anak-anak di Jabar. Ono mengambil contoh salah satu pendidikan di pesantren.
"Secara keseluruhan yang tidak ada. Mungkin terkait dengan pendidikan. Ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagaimana meningkatkan indeks pendidikan di Jawa Barat yang masih sangat rendah. Angka lamanya sekolah itu masih sangat rendah," ungkap Ono dalam Diskusi Akhir Tahun 2025 yang digagas Ikatan Wartawan Parlemen (IWP) di Rooftop Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro Kota Bandung, Senin (29/12/2025).
Salah satunya, Ono menyoroti soal surat edaran terkait sekolah yang tidak boleh menahan ijazah, terutama di sekolah swasta dan pesantren. Namun faktanya masih banyak pesantren yang tetap bertahan . Karena tunggakan biayanya cukup tinggi. Selain itu, pesantren membutuhkan banyak biaya, bukan hanya untuk biaya penyelenggaraan pendidikan tapi juga untuk biaya mondok dan keperluan lainnya.
"Dengan dihapusnya bantuan untuk pondok pesantren dan beralih ke beasiswa santri dari Rp10 miliar yang dianggarkan kan hanya terserap Rp5,1 miliari. Problemnya di mana? Ternyata pesantren yang di bawah Kementerian Agama ini belum mampu menghadirkan pendataan santri yang orang tuanya tidak mampu dengan cukup baik," ungkap Ono.
"Nanti ke depannya, Gubernur dengan Kemenag kanwil Jawa Barat harus benar-benar bisa menyajikan data. Sehingga semua santri yang orang tuanya tidak mampu itu bisa dibantu oleh Pemprov Jawa Barat," sambung Ono yang juga Ketua DPD PDIP Jabar ini.
Untuk sekolah swasta juga masih butuh pembenahan. Dengan dihapuskannya Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) dan diubah menjadi beasiswa bagi siswa kurang mampu, memerlukan sistem pendataan yang lebih akurat dan menyeluruh.
Menurutnya, mengandalkan satu basis data seperti Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) saja belum memadai untuk menggambarkan kondisi riil masyarakat. Karena masih banyak keluarga kurang mampu yang belum terakomodasi dalam sistem tersebut.
Ono berharap tahun 2026 mendatang menjadi titik penguatan sinergi antara DPRD dan Pemprov Jabar. Ono pun optimistis kolaborasi yang solid dapat melahirkan kebijakan pendidikan yang lebih matang dalam perencanaan dan kuat dalam pelaksanaannya.
“Dengan koordinasi yang lebih erat serta meyakini program pembangunan pendidikan di Jawa Barat dapat berjalan lebih optimal, tepat sasaran dan merata di seluruh wilayah provinsi,” tegasnya.
Pola Komunikasi DPRD dan Gubernur Jabar Semakin Membaik
Secara umum, Ono menilai pemerintahan di Jabar di bawah kepeminpinan Gubernur Dedi Mulyadi sejak dilantik pada 20 Februari 2025 lalu, penuh dinamika. Pasalnya, KDM langsung melakukan gebrakan dengan berbagai kebijakanya, walaupun saat itu program-program sudah disahkan dalam APBD semasa kepemimpinan Pj Gubernur Jabar Bey Machmuddin. Sayangnya, menurut Ono, dalam pelaksanaannya, KDM tidak banyak berkoordinasi dengan DPRD, sehingga sempat terjadi ketegangan antara eksekutif dan legislatif. Seperti terjadinya relokasi atau pergeseran APBD 2025 yang dilakukan hingga 8 kali. Bahkan atas kebijakan Gubernur tersebut, Fraksi PDIP sempat walkout dalam rapat paripurna pembahasan APBD.
"Dinamika terjadi, dan ini menjadi sangat wajar, sangat normal. Di mana tentunya sesuai dengan kapasitasnya Gubernur dan DPRD menjalankan fungsinya masing-masing. Tentunya Apa yang dilakukan di awal tahun, cukup menyita perhatian rakyat Jawa Barat," ucap Ono.
Namun memasuki tahun anggaran 2026 nanti, menurut Ono, situasi lebih baik. Komunikasi antara Gubernur KDM dengan DPRD terjalin semakin baik. "Dalam rencana pembahasan rencana APBD 2026, kita melihat Gubernur sudah merubah pola komunikasinya dengan DPRD. Lebih terbuka, lebih mengajak DPRD untuk bagaimana menentukan prioritas program Provinsi Jawa Barat di 2026," jelas Ono selalu lantang menyuarakan kritiknya kepada KDM.
Untuk APBD 2026 pun, sambung Ono, pihak DPRD sudah menetapnya. Dimana ada beberapa bantuan yang sebelumnya dihapus, kembali diadakan walaupun dengan format yang berbeda. "Misalnya bantuan keuangan kepada kabupaten/kota. Tetap tidak ada di 2026, tapi provinsi bisa membantu membangun jalan kabupaten. Bisa membangun irigasi yang merupakan kewenangan kabupaten. Bisa memasang PJU di jalan kabupaten. Kemudian kepala desa, gubernur juga bisa memberikan bantuan keuangan desa untuk prioritas pembangunan jalan desa atau PJU," pungkas Ono. (*)
Editor : Abdul Basir