10 HARI terakhir Ramadan sejatinya bisa menjadi alat cek ketakwaan seorang Muslim. Apakah lebih ramai di masjid untuk itikaf atau padatnya lokasi pusat perbelanjaan.
Bulan Ramadan tak lama lagi segera berlalu. Menyisakan perih dan harapan yang belum pasti, selain prasangka baik kepada Allah yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih, semoga dosa-dosa terampuni di Bulan Ramadhan ini.
Sungguh kasihan diri seorang Muslim yang berlumur dosa, tapi tak juga menyesalinya, tak juga bertekad meninggalkannya, kecuali sementara di bulan berkah, hamba seperti inikah yang kan meraih ampunan dosa?
Maka Ustaz Sofyan Ruray pun mengingatkan peringatan ulama yang mulia,
فبئس القوم الذين لا يعرفون الله إلا في رمضان
“Sungguh jelek suatu kaum yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadan.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/140]
Apabila teringat diri yang malas beribadah, tapi mengharap lebih di bulan berkah, ingatlah doa Malaikat Jibril yang mustajabah, dan diaminkan oleh Rasul yang mulia SAW
شَقِيَ عَبْدٌ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ
“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadan, tetapi sampai Ramadan berakhir, ia belum juga diampuni.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod dari Jabir radhiyallahu’anhu, Shahih Al-Adabil Mufrod: 501]
Terutama di bagian akhir yang tersisa, 10 malam yang paling indah, ada malam yang penuh berkah, raihlah dengan sholat malam berjamaah,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa sholat malam ketika lailatul qodr karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Rasulullah memberikan teladan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam beribadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan melebihi waktu yang lainnya.” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Nabi shallallahu’alaihi wa sallam apabila masuk sepuluh hari terakhir Ramadhan maka beliau mengencangkan sarungnya (tidak berhubungan suami istri dan mengurangi makan dan minum), menghidupkan malamnya (dengan memperbanyak ibadah) dan membangun keluarganya (untuk ibadah).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِه
“Bahwasannya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau masih melakukan i’tikaf sepeninggal beliau.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
Inilah petunjuk Nabi Muhammad SAW di 10 hari yang tersisa, beliau beritikaf agar lebih fokus dan lebih giat dalam beribadah kepada Allah ta’ala, memutuskan diri dengan aktifitas dunia, dan mengurangi interaksi dengan manusia,
فمعنى الاعتكاف وحقيقته: قطع العلائق عن الخلائق للاتصال بخدمة الخالق
“Makna itikaf dan hakikatnya adalah memutuskan semua interaksi dengan makhluk demi menyambung hubungan dengan khidmah (beribadah secara totalitas) kepada Al-Khaliq.” [Lathooiful Maarif, Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah, hal. 191]
Sungguh jauh berbeda dengan orang-orang yang sudah melupakan masjid-masjid untuk beralih ke pasar-pasar, mal-mal dan jalan-jalan, demi baju baru lebaran, mereka lupa kain kafan, demi berbagai macam makanan di hari raya, mereka lupa tuk membebaskan diri dari api neraka.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta