“Salman tempatnya teknologi. Saya ingin banyak teknologi tepat guna yang tercipta dari sini. Dalam hal ini kita perlu berkolaborasi. Rumah Amal Salman berperan untuk menghubungkan antara pencipta teknologi dan juga penerima manfaatnya sehingga kebermanfaatan untuk umat bisa lebih luas,” kata Budi.
Sementara itu, wajah Nai Rohmah (40 tahun) terlihat semringah ketika bisa mendapatkan beras gratis setiap pekan. Ibu dua anak tersebut harus menjadi tulang punggung sejak suaminya wafat pada 2016 silam.
“Saya sempat terpuruk, sebab merasa tidak sanggup mengurus anak-anak sendirian. Saya bahkan sempat pulang ke rumah orang tua di kampung (Garut). Namun saya juga terpikir tidak bisa berlarut dalam kesedihan, karena anak-anak tidak boleh sampai putus sekolah. Akhirnya saya kembali ke Bandung demi anak-anak,” kata Rohmah.
Untuk bisa menyambung kehidupannya, ia menjadi penjahit. Bila dirata-ratakan dalam sehari ia hanya bisa mendapatkan Rp50 ribu saja. Namun profesi ini tidak setiap hari dibutuhkan orang lain, sehingga pendapatannya pun sering jauh dari cukup.
Di sisi lain, ia juga patut berbangga, sebab di tengah keterbatasan yang ada, ia bisa menyekolahkan anak-anaknya ke pendidikan yang lebih tinggi. Dua anaknya berkuliah di universitas swasta ternama.
Anak tertuanya kuliah dengan bantuan pemerintah, satunya lagi baru masuk kuliah dan sedang mengusahakan bantuan yang sama.
Editor : Zhafran Pramoedya
Artikel Terkait