BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Pimpinan Wilayah Persatuan Islam (PW Persis) Jawa Barat turut berkomentar terkait kontroversi yang terjadi di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, Kabupaten Indramayu.
Ketua PW Persis Jabar, Iman Setiawan Latief menilai, bahwa praktik keagamaan dan perilaku politik pesantren yang dipimpin oleh Panji Gumilang tersebut tidak lazim dan bertentangan dengan hukum syariah.
Beberapa praktik yang disebutkan meliputi shalat berjamaah perempuan yang berada di barisan depan dan bercampur dengan pria, jarak antarbaris yang disengaja, hingga perempuan yang memberikan khutbah Jumat.
"Penambahan persaksian negara Islam pada syahadat, pengampunan dosa dengan uang, dan menyatakan bahwa Al-Quran bukan firman Allah," ucap Iman, dikutip dari laman resmi Persis, Jumat (23/6/2023).
Iman mengatakan, Ponpes Al-Zaytun telah mengidentifikasi dirinya sebagai Negara Islam yang dikenal sebagai NII KW 9. Konsep dan sistem NII KW 9 dengan Panji Gumilang sebagai pemimpinnya dianggap bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila.
"Selain itu, menyebarkan dan meniru agama lain, seperti Yahudi, dengan menyanyikan lagu 'Havenu Shalom Alachem,' membuat keberadaannya tidak dapat ditoleransi," terangnya.
Menurutnya, lembaga pendidikan yang mengklaim sebagai pesantren tersebut tidak sesuai dengan pesantren pada umumnya.
Ajaran sesat yang dipahami oleh Panji Gumilang ini, lanjut Iman, sangat berisiko bagi para santri, para asatidz, orang tua, masyarakat umum, dan bahkan mengancam integrasi nasional dan kehidupan di Indonesia.
Oleh karena itu, Persis Jabar menyatakan bahwa ajaran yang dikembangkan oleh Panji Gumilang dianggap sesat dan menyimpang.
"Mereka dapat melanggar hukum penistaan agama yang dapat dihukum dengan maksimal 5 tahun penjara sesuai dengan Pasal 156a KUHP dan UU ITE Pasal 45 ayat 3 No. 11/2016 yang telah diubah menjadi UU No. 19/2016," jelasnya..
Berdasarkan hal tersebut, PW Persis Jabar menyampaikan beberapa poin terkait Ponpes Al-Zaytun. Pertama, mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan investigasi terhadap Ponpes Al-Zaytun yang dianggap sesat dan membahayakan bagi santri, keluarga, dan masyarakat.
Kedua, melakukan penutupan sementara dan mencabut izin Ponpes Al-Zaytun, serta melakukan perbaikan yang diperlukan terhadap kurikulum. Memfasilitasi dan membela para santri, orang tua, dan asatidz yang terkena dampak.
Ketiga, meminta aparat penegak hukum untuk menangkap dan mengadili Panji Gumilang atas penyalahgunaan atau penodaan agama Islam, pelanggaran UU ITE, dan menyelidiki lebih lanjut dugaan pelanggaran pidana lainnya.
Keempat, mendukung upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar, Polda Jabar, Kodam III Siliwangi, dan Kejaksaan Tinggi dalam menyelidiki dan mengambil tindakan terhadap Panji Gumilang beserta antek-anteknya, termasuk pihak yang berada di balik Panji Gumilang dan pesantrennya.
Kelima mengajak masyarakat, khususnya umat Islam, untuk tetap waspada dan peduli terhadap penyimpangan di Ponpes Al-Zaytun dan bersama-sama mendesak agar tindakan hukum segera dilakukan terhadap gerakan sesat yang menyamar sebagai agama.
Keenam, mengimbau kepada masyarakat umum agar tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh hasutan negatif, karena hal itu dapat berpotensi menimbulkan konflik yang merusak persatuan bangsa dan menyerahkan masalah ini kepada pihak yang berwenang.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait