BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Sebelumnya diberitakan seorang pengusaha sembako Chandra Limbong, dianiaya sahabatnya sendiri yakni Ullyses Hardo Sitompul gara-gara menagih uang yang diinvestasikannya.
Terkait kasus dugaan penganiayaan serta investasi bisnis tersebut, giliran Ullyses Hardo Sitompul yang menyampaikan hak jawabnya.
Dalam keterangan resminya, Ullyses menyatakan bahwa dia tidak pernah melakukan penganiayaan dan terlibat bisnis dengan Chandra Limbong.
Perlu diketahui, saat ini Ullyses harus mendekam di Penjara Rutan Kelas I Bandung, selama kurang lebih hampir dua bulan.
Ullyses mengatakan, hingga saat ini ia masih dibingungkan dengan apa yang menjadi permasalahan sehingga ia dituduh melakukan penganiayaan kepada Chandra Limbong pada tanggal 29 Oktober 2023 di Restoran Lelebo, Bandung.
“Bahwa saya tidak melakukan pemukulan di Restoran Lelebo seperti yang ada pada dakwaan Jaksa dalam perkara ini (didukung oleh kesaksian Sdri Herta Sitorus),” ujarnya.
Saat dipanggil untuk diperiksa di Polsek Andir pada tanggal 07 Desember 2023, Ullyses mengaku langsung dijadikan sebagai tersangka tanpa melalui panggilan sebagai saksi terlebih dahulu.
Padahal, menurut pengakuannya, dialah yang mendapatkan tindakan penganiayaan dari Chandra Limbong.
“Bahwa sayalah justru yang menerima sundulan dari Chandra Limbong sehingga saya mengalami luka di area mulut (berdasarkan hasil visum) namun Visum tersebut tidak dijadikan sebagai Bukti oleh JPU Rizki Budi Wibawa, S.H,” bebernya.
Menurutnya, luka yang dialami oleh Chandra Limbong bukanlah luka yang terjadi karena pemukulan olehnya, namun diduga playing victim yang dilakukan oleh Chandra Limbong itu sendiri.
Selain itu, Ullyses mengaku banyak kejanggalan dalam kasus tersebut di antaranya, adanya surat penahanan terhadap dirinya dengan pasal yang berbeda.
“Bahwa keanehan mulai terjadi lagi pada saat saya datang ke kantor kejaksaan pada tanggal 03 Juli 2024 dan dikeluarkan surat perintah penahanan kepada saya dengan pasal yang bertambah yaitu 351 ayat 1 KUHP dan 353 Ayat 1 KUHP, padahal didalam P21 atas perkara saya hanyalah pasal 351 ayat (1) KUHP,” paparnya.
Kemudian, saat dimulainya persidangan pertama kali pada tanggal 16 Juli 2024, Ullyses mengaku tidak menerima panggilan apapun untuk dilakukan sidang. Namun, tiba-tiba ia dibawa ke PN Bandung.
“Dan semakin aneh ketika saya tidak atau belum dihadapkan di persidangan namun sidang tersebut dianggap sudah dilaksanakan dan dibuka,” ungkapnya.
Bahkan, kata Ullyses, sampai saat ini bukti CCTV, Rekaman /Video yang dimiliki Jaksa tidak pernah diputar atau diperlihatkan di pengadilan.
Ullyses juga menyampaikan, ada beberapa hal terkait keterangan yang diduga palsu atas kesaksian dari Chandra Limbong.
“Dan sangat mengagetkan ketika pada persidangan saya pada tanggal 27 Agustus 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi saksi meringankan terbukalah dokumen yang cacat hukum yaitu ada pada BAP yang terangkum pada Dokumen yang digunakan Jaksa untuk mendakwa saya ternyata ada kekeliruan yang fatal, yaitu BAP istri saya sebagai saksi namun pada akhir penutup surat istri saya disebut sebagai tersangka,” bebernya.
Untuk itu, Ullyses mengaku terpukul dengan berkas yang telah dinyatakan lengkap /P21 masih ada kecacatan dan kekeliruan yang telah menjebloskannya ke dalam penjara.
Ditambah kemudian, tidak ada seorang pun dapat bersaksi bagaimana ia memukul Chandra Limbong dan sampai saat ini Bukti CCTV dan Rekaman/ Video tidak sama sekali diputar di persidangan.
Selain itu, Ullyses juga menyampaikan terkait peristiwa bisnis yang menjadi akar permasalahan tersebut:
1. Bahwa saya bukanlah para pihak atau tidak ditunjuk secara resmi sebagai konsultan atau pemberi jasa konsultasi kepada transaksi Bisnis yang dilakukan oleh Chandra Limbong/ PT. Telko Material Indonesia kepada Sdr Oki/ PT Wagros Digital Indonesia.
2. Bahwa saya sebagai kawan yang mengenal dan berkawan sejak tahun 2018 dikarenakan saya memiliki keahlian sebagai Konsultan Bisnis setelah saya mengecam Pendidikan tinggi perkuliahan S1 dan S2 di ITB maka itu juga saya dimintakan bantuan untuk memberikan pandangan bisnis yang diharapkan dapat terealisasi antara Chandra Limbong dan Oki.
3. Bahwa pada sekitar Januari Tahun 2023 Chandra Limbong atau PT. Telko Material Indonesia dan Oki atau PT Wagros Digital Indonesia melakukan kontrak kerja sama yang bernilai sekitar Rp 3.000.000.000,- (Tiga Miliar Rupiah), dan setelah itu di beberapa bulan kemudian Chandra Limbong dan Oki melakukan kerja sama lagi. yang lagi Saya Ulyses tidak mengetahui secara detail karena saya bukanlah para pihak, terlebih saya baru tahu dalam kontrak tersebut ada pasal yang dinyatakan bahwa pihak dalam perjanjian tersebut saling sepakat dan tidak dalam paksaan siapapun (kesepakatannya), serta tidak ada unsur penipuan di dalamnya.
“Maka ini yang membuat saya kecewa dan bertanya kenapa saya yang dikait-kaitkan dan seolah olah dimintakan pertanggungjawaban dengan menyerahkan uang sekian Milyar tersebut, terlebih pada saat mediasi di Polsek Andir dalam laporan penganiayaan tapi syarat perdamaiannya adalah jika saya memberikan uang bermiliar-miliar tersebut kepada pelapor,” ungkapnya.
“Ini yang membuat saya bertanya tanya apakah ini semua adalah rekayasa agar saya tersandera dan kemudian memaksakan diri untuk membayar sejumlah uang kepada Chandra Limbong, Dimana tidak sepeserpun pernah uang tersebut diberikan Chandra Limbong kepada saya. Begitu juga Oki yang menerima uang tersebut dari Chandra Limbong tidaklah memberikan apapun kepada saya,” tandasnya.
Sementara itu, M Febrian selaku Kuasa Hukum Ullyses, turut menyayangkan terkait proses hukum yang menimpa kliennya tersebut.
“Klien kami ini, ditahan pada tingkat kejaksaan, waktu di tahap penyidikan itu penyidik masih kooperatif, dalam artian masih memberi ruang bebas namun yang kami sangat sayangkan, tiba-tiba tanpa dipanggil secara resmi oleh kejaksaan di Bandung itu tiba-tiba disuruh hadir tahap 2 dan langsung ditahan sampai hari ini,” bebernya.
Selain itu, Febrian juga menemukan adanya kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam kasus tersebut.
Di antaranya terkait ketidakcocokan kronologi kejadian dengan BAP, kemudian hasil visum yang tidak sesuai, dan sampai saat ini tidak adanya saksi yang mengatakan bahwa kliennya melakukan penganiayaan terhadap pelapor.
Editor : Zhafran Pramoedya
Artikel Terkait