Diberlakukannya kebijakan baru terkait Bantuan Hari Raya (BHR) ini berpotensi membuat pelaku industri harus melakukan berbagai penyesuaian bisnis yang dapat berdampak pada pengurangan program kesejahteraan jangka panjang yang selama ini telah diberikan untuk Mitra.
Prinsip dasar hubungan "Kemitraan" adalah memberikan kebebasan pada Mitra untuk berusaha termasuk antara lain menetapkan jam bekerja mereka, jenis pekerjaan, serta apakah pekerjaannya merupakan pekerjaan lepas atau pekerjaan tetap.
Hubungan ini diperjelas, khususnya untuk platform ride-hailing,dalam Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan No. 12 Tahun 2019, yang menyatakan bahwa hubungan antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi merupakan hubungan kemitraan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies, Yose Rizal Damuri (Naskah Kebijakan,Tenggara Strategi Cs, 2023), menegaskan bahwa perusahaan platform (aplikator) bukan berkedudukan sebagai pemberi kerja, tetapi hanya memfasilitasi pertemuan antara yang membutuhkan jasa dan yang menyediakan jasa. Namun, terdapat persepsi yang keliru bahwa perusahaan platform menyediakan lapangan pekerjaan sehingga secara tidak langsung menimbulkan citra seolah-olah mereka adalah pemberi kerja.
Sejalan dengan pandangan Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, kebijakan yang berkaitan dengan industri platform digital seharusnya tidak dilihat sebagai regulasi terhadap bisnis tersendiri, melainkan sebagai bagian dari ekosistem yang mendukung sektor lain, termasuk UMKM,pedagang pasar, warung kelontong, serta industri skala rumah tangga.
"Setiap kebijakan harusmempertimbangkan kepentingan utama para pemangku kepentingan-perusahaan aplikator, Mitra,konsumen, dan bisnis lain yang bergantung pada layanan platform digital. Jika tidak, regulasi ini berpotensi menghambat pertumbuhan digitalisasi nasional," ujarnya.
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait