"Tugas utama direksi berdasarkan UU PT adalah Mengurus perusahaan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Mewakili perseroan dalam pengambilan keputusan strategis. Memastikan kepatuhan terhadap hukum dan regulasi. Membuat laporan tahunan kepada pemegang saham dan komisaris (Pasal 66 UUPT). Mencegah dan mengatasi kerugian perusahaan (Pasal 97 ayat (2) UUPT)," beber Iskandar.
Namun, dalam kasus dugaan korupsi tersebut, contoh pada PT PPN ternyara baru dua orang, bukan seluruh direksi ditetapkan tersangka karena menyalahgunakan wewenang dan terlibat dalam praktik korupsi dengan berbagai modus, seperti Menggunakan broker dalam impor minyak yang menyebabkan kenaikan harga 13% hingga 15% di atas nilai sebenarnya.
Menggelembungkan biaya pengiriman minyak (mark-up) yang berujung pada pemborosan anggaran perusahaan. Mengatur pemenang tender impor minyak mentah sehingga hanya pihak tertentu yang mendapatkan kontrak.
"Jika hanya atau baru direksi Riva Siahaan mantan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga yang menjabat Direktur Utama PT PPN tahun 2023 ditetapkan sebagai tersangka bersama Maya Kusmaya Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga, maka dalam konteks audit dan penegakan hukum, bagaimana dengan tanggung jawab direksi lainnya sejak dari tahun 2018, 2019, 2020, 2021 dan 2022?" tanya Iskandar Sitorus heran.
Selain direksi, dewan komisaris memiliki peran penting dalam mengawasi dan memberikan nasihat strategis kepada direksi. Dalam pasal 108 ayat (1) UUPT disebut komisaris bertugas untuk mengawasi kebijakan perusahaan dan memberikan nasihat yang sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik. Tugas utama komisaris yakni, Memastikan kebijakan perusahaan berjalan sesuai dengan regulasi. Mengawasi kinerja direksi dalam pengelolaan perusahaan. Menganalisis laporan keuangan dan operasional yang disampaikan direksi. Memberikan rekomendasi dan strategi untuk mencegah penyimpangan tata kelola perusahaan.
Namun, dalam kasus tersebut, belum ada komisaris yang ditetapkan sebagai tersangka. Iskandar mempertanyakan, apakah seluruh komisaris sejak 2018 benar-benar tidak mengetahui adanya praktek mark-up harga, peran broker, dan pengaturan tender sehingga merugikan negara seperti tuduhan Kejagung.
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait