Lebih dari Dua Dekade Mafia Peradilan Gerogoti Hukum Indonesia

Abdul Basir
Mafia Peradilan. (Foto: Ilustrasi/Okezone)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Selama lebih dari dua dekade, peradilan di Indonesia terus dihantui oleh skandal yang merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Mafia peradilan bukan lagi sekadar rumor, melainkan sebuah realitas sistemik yang terus menggerogoti lembaga yudikatif.

Kajian terbaru dari Indonesia Yudikatif Watch (IYW) mengungkapkan fakta mengejutkan tentang pola dan modus mafia peradilan, didasarkan pada sejumlah kasus nyata.

Analisis ini juga memperkuat temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Mahkamah Agung (MA) dan lembaga peradilan lainnya.

IYW mengkategorikan temuan mereka dalam tiga bagian: pertama, kasus yang sudah memiliki putusan hukum tetap (inkracht), kedua, kasus yang masih dalam proses hukum dengan bukti kuat, dan ketiga, dugaan kasus yang sedang dalam penyidikan.

Salah satu kasus mencolok dalam kategori pertama adalah suap yang melibatkan hakim Dede Suryaman pada 2014. Hakim ini dijatuhi hukuman karena terbukti menerima suap senilai Rp300 juta untuk mengurangi vonis dalam perkara korupsi pembangunan Jembatan Brawijaya.

Begitu pula kasus mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari pada 2021 yang terlibat suap USD450.000 dari buronan Djoko Tjandra untuk memengaruhi fatwa Mahkamah Agung.

Di kategori kedua, ada perkara yang kini tengah hangat diperbincangkan, seperti kasus suap yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan hakim lainnya yang menerima suap hingga Rp60 miliar dalam perkara CPO.

Kejaksaan dalam sidang mengungkapkan bahwa suap dilakukan secara terstruktur dengan keterlibatan hakim dan panitera dalam sistem koordinasi.

"Putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menunjukkan adanya kolusi dalam manipulasi hasil persidangan, memperkuat bukti kuat adanya pola mafia peradilan," kata Direktur Eksekutif Indonesia Yudikatif Watch, Dinalara Dermawati Butarbutar dalam keterangannya, Rabu (16/5/2025).

Kasus serupa juga terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya, di mana tiga hakim didakwa menerima suap Rp3,5 miliar untuk memvonis bebas terdakwa pembunuhan Ronald Tannur.

Kejaksaan juga menyebutkan bahwa mantan pejabat MA, Zarof Ricar, menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan 51 kilogram emas.

"Putusan yang dihasilkan dalam perkara ini semakin memperlihatkan bahwa mafia peradilan menjalar hingga tingkat yang lebih tinggi dalam lembaga peradilan," ucapnya.

Selain kasus-kasus yang sudah diputus atau sedang berjalan, publik juga mencermati sejumlah dugaan awal keterlibatan mafia hukum. Salah satunya adalah kasus Harini Wijoso pada 2005, yang mencoba menyuap Ketua Mahkamah Agung dalam kasus yang melibatkan lima pegawai MA.

Terdapat pula tudingan dari keluarga terdakwa yang merasa bahwa vonis yang diterima sarat dengan rekayasa dan intervensi. Salah satunya adalah keluarga korban dalam kasus Ronald Tannur yang curiga dengan putusan bebas yang dijatuhkan.

Isu serupa muncul dalam kasus di PN Tuban pada 2025, di mana ada dugaan pungutan liar untuk meringankan vonis.

Kejanggalan prosedural juga terungkap dalam kasus Johan Efendi, yang dinilai penuh intervensi, serta dalam kasus Ike Farida, yang dituduh menjadi korban kriminalisasi oleh anaknya sendiri.

Bambang Tri, terdakwa dalam kasus 2017, bahkan secara terang-terangan menuding vonis terhadap dirinya sebagai rekayasa hukum.

Dinalara menilai, pola yang muncul dari berbagai kasus menunjukkan adanya keterlibatan sistemik di seluruh level kelembagaan peradilan.

Pejabat tinggi pengadilan seperti Muhammad Arif Nuryanta menjadi aktor kunci, sementara pengacara dan panitera juga tampak berperan sebagai perantara dalam jaringan ini.

"Modus yang berulang, seperti penunjukan hakim tertentu dan pembagian honorarium ilegal, semakin menguatkan dugaan bahwa mafia peradilan adalah sebuah organisasi yang terstruktur," tegasnya.

Kajian ini juga menyoroti audit BPK selama 2005–2025, yang menekankan ketidaktertiban dalam pengelolaan dana perkara, lemahnya pengawasan internal MA, serta kurangnya transparansi dalam pengelolaan kewenangan Badan Pengawasan MA.

"BPK juga menyebutkan adanya potensi konflik kepentingan antara pejabat administrasi dan majelis hakim dalam pengelolaan keuangan perkara," ujarnya.

Dalam kajian tersebut, sejumlah undang-undang yang relevan juga mendapat sorotan, seperti UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan pentingnya integritas hakim, serta UU No. 20 Tahun 2001 yang mengatur sanksi terhadap pelaku suap.

Dinalara juga mengutip beberapa putusan yang mencerminkan praktik mafia peradilan, seperti Putusan MA No. 1555 K/Pid.Sus/2019 dalam kasus Syafruddin A. Temenggung, yang membebaskan terdakwa korupsi BLBI secara kontroversial.

"Putusan ini membuka ruang bagi mafia hukum untuk beroperasi, dengan celah judex juris yang melampaui kewenangannya," imbuhnya.

Kasus-kasus seperti suap CPO di Jakarta dan kasus Ronald Tannur di Surabaya semakin memperlihatkan adanya pengaturan sistematis dalam persidangan, yang menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merusak kredibilitas lembaga peradilan.

Berdasarkan berbagai kasus ini, Dinalara menegaskan bahwa mafia peradilan menjalar dari meja panitera hingga kursi hakim, dengan pola yang terstruktur dan lemahnya pengawasan internal.

"Jika kasus-kasus tertentu tidak melibatkan mafia peradilan, hampir dipastikan para terdakwa akan dinyatakan bersalah," ucapnya.

Kasus-kasus seperti Dana Pensiun Bukit Asam, yang disidangkan oleh majelis hakim yang sama dengan kasus CPO, memperlihatkan bahwa dalam beberapa perkara, keadilan seolah menjadi sandiwara belaka.

"Padahal, dalam fakta persidangan, tidak ada bukti yang mendukung dakwaan terhadap terdakwa An. Angie Christina," tandasnya.

Dinalara mengungkapkan rasa mirisnya terhadap kondisi ini, dan menyerukan reformasi mendalam terhadap sistem hukum, dengan penekanan pada audit dan akuntabilitas publik.

Editor : Abdul Basir

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network