Diskusi Buku Jejak Perjuangan Serikat Pekerja, Relevansinya dengan Nasib Buruh Kekinian

Adi Haryanto
Diskusi Buku Memperingati #Hari Buruh bertema Jejak perjuangan serikat pekerja 1945-1948 : Relevansi dalam Perlindungan Tenaga Kerja Modern, mengupas buku karya Jafar Suryomenggolo, di Kodjo Coffee, Bandung, Sabtu (10/5/2025). Foto/Inews Bandung Raya

BANDUNG,iNews BandungRaya.id - Eksistensi serikat pekerja di Tanah Air ternyata sudah dirasakan peran dan kehadirannya sejak zaman penjajahan Belanda.

Hal itu bisa diketahui dari sebuah buku karya Jafar Suryomenggolo, yang berjudul Serikat Buruh 1945-1948 "Menguasai Stasiun Menguasai Perkebunan Menjalankan Pabrik".

Penelaahan mengenai buku ini menjadi pembahasan yang sangat menarik dalam kegiatan Diskusi Buku Kajian Memperingati #Hari Buruh yang digelar di Kodjo Coffee, Jalan Sari Endah No 17B Bandung, Sabtu (10/5/2025).

Tema yang diambil adalah "Jejak perjuangan serikat pekerja 1945-1948 : Relevansi dalam Perlindungan Tenaga Kerja Modern".

Sementara nara sumber yang hadir adalah Dosen Prodi PIPS Universitas Pendidikan Indonesia, Muhamad Iqbal; Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Pusat Yayat Syariful Hidayat; dan Wakil Ketua KNPI Jawa Barat E. Hasbi Nassarudin.

Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Pusat, Yayat Syariful Hidayat mengatakan diskusi mengenai buku ini sangat menarik, sebab masih berkorelasi dengan peringatan Hari Buruh Internasional (Mayday) 1 Mei.

Diskusi ini pun erat kaitannya dengan BPJS Ketenagakerjaan yang diamanatkan pemerintah untuk melindungi pekerja di seluruh Indonesia, baik pekerja formal maupun informal.

Sehingga dengan berkaca ke sejarah, maka perjuangan buruh sangat penting agar mereka aware terhadap semangat buruh di masa penjajahan.

"Melalui diskusi ini kita jadi tahu perjuangan buruh, serikat buruh di masa itu (Belanda). Bagaimana keterlibatan buruh dalam produksi, menjalankan serikat buruh, menjaga aset, hingga berdiplomasi," kata Yayat saat ditemui seusai diskusi.

Menurutnya, kondisi itu sangat relevan dengan saat ini ketika marak PHK dan adanya perubahan dari pabrikasi ke digitalisasi. Bagaimana buruh menyikapi persaingan ke depan dan produktivitas yang mesti dikembangkan.

Sebab ketika pekerja berada di zona nyaman, mereka kerap kehilangan etos kerja dan semangat bekerja lebih baik lagi untuk meningkatkan kemampuan.

Padahal ketika produktivitas tinggi imbasnya ke perusahaan semakin eksis dan kesejahteraan pekerja semakin terperhatikan.

"Di sinilah perlu adanya kolektivias dan menghilangkan ego masing-masing, karena penerima upah dan pemberi upah memiliki keinginan yang sama. Sama-sama untuk maju, berkembang, dan sejahtera," sebutnya.

Lebih lanjut dikatakannya, pemerintah pun selalu hadir dan terus melakukan perbaikan-perbaikan kebijakan. Terbukti wadah perjuangan buruh saat ini pun kanalnya semakin banyak dan beragam.

Misalnya terkait upah, pemerintah telah membentuk dewan pengupahan dari tingkat pusat hingga ke daerah. Kemudian lembaga tripartid nasional yang ditetapkan surat keputusannya (SK) oleh presiden langsung.

Yakni untuk merumuskan kebijakan terkait pola hubungan industrial antara buruh dengan pengusaha. Adapun pemerintah hadir sebagai penengah untuk mendengar kepentingan keduanya.

"Pemerintah juga hadir untuk menjaga buruh, dulu melalui Jamsostek, kemudian mulai 2015 ada hadir BPJS  Ketenegakerjaan dan Kesehatan. Ini untuk memberikan jaminan sosial ke buruh, seperti yang sudah kita lakukan di PT Sritex yang terkena PHK, semua dana jaminan hari tua dikeluarkan sebelum lebaran kemarin," ucapnya.

Sementara itu Dosen Prodi PIPS Universitas Pendidikan Indonesia, Muhamad Iqbal menyoroti bagaimana buruh di masa setelah kemerdekaan tidak serta merta bisa mengelola aset produksi sendiri. Apalagi ada tantangan agresi militer Belanda kedua, sehingga pergerakan buruh masih terbatas.

"Buruh saat itu masih berada di masa sulit meski sudah bisa berpolitik, sehingga terbentuk serikat buruh kereta api dan serikat buruh di perkebunan," tuturnya.

Sedangkan Wakil Ketua KNPI Jawa Barat E. Hasbi Nassarudin menyebutkan jika ruang persoalan buruh di masa kekinian adalah soal isu regulasi dan pajak.

Bagaimana buruh selalu memunculkan sikap protes terhadap Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap tidak pro buruh.

"Makanya sangat penting untuk buruh agar tidak selalu jadi objek, tapi mesti jadi subjek, sebab buruh dan pengusaha pastinya ingin sama-sama untung," tandasnya. (*)

Editor : Rizki Maulana

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network