BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Di balik hijaunya perbukitan dan keheningan Pulau Obi, Maluku Utara, terdapat kisah yang jarang terjamah sorotan media. Sebuah karya dokumenter berjudul Ngomi O Obi (Kami yang di Obi) hadir sebagai jendela yang membuka tabir kehidupan masyarakat lokal yang hidup berdampingan dengan aktivitas tambang di wilayah tersebut. Film ini bukan sekadar tontonan, melainkan sebuah penggambaran nyata yang menyentuh dan mengajak kita memahami suara-suara dari pinggiran negeri yang kerap terabaikan.
Ngomi O Obi adalah hasil kolaborasi antara jurnalis visual Arfan Sabran dan tim TV Tempo, dengan sinematografi kuat dari Niky sebagai Director of Photography (DOP). Pendekatan yang digunakan dalam film ini jujur dan empatik, berusaha menjawab pertanyaan mendalam: seperti apa rasanya menjadi bagian dari komunitas yang sering tak terdengar suaranya?
Salah satu sosok penting dalam film ini adalah Mama Nia, warga lokal yang merasa terkejut sekaligus senang ketika tim produksi bukan hanya mengambil gambar biasa, melainkan menggali cerita kehidupan mereka secara mendalam.
“Saya senang karena keseharian kami tidak dibuat-buat, itu realita sebenarnya,” ungkap Mama Nia saat diskusi film di Auditorium Pascasarjana FIKOM UNPAD, Rabu (21/5/2025). Ia pun berharap dokumenter ini bisa membawanya ke kota-kota besar seperti Bandung, Bali, atau Yogyakarta, setidaknya secara simbolis.
Anton, bagian dari tim produksi TV Tempo, menjelaskan bahwa film ini mengusung pendekatan jurnalistik eksplanatori untuk menggambarkan realitas secara utuh. “Cerita ini harus sampai ke publik, dokumenter ini bagaimana kota memotret kehidupan yang paling ril, ini model dokumenter eksplanatori,” jelasnya.
Editor : Agung Bakti Sarasa
Artikel Terkait