BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Wacana penurunan komisi ojek online dari 20 persen menjadi 10 persen menuai respons beragam di berbagai kota. Jika di beberapa daerah suara setuju mulai terdengar, justru di Kota Bandung sejumlah komunitas driver menolak keras rencana tersebut.
Mereka menyuarakan kekhawatiran bahwa penurunan komisi akan berdampak pada hilangnya layanan, insentif, dan jaminan perlindungan yang selama ini diberikan oleh aplikator.
Empat Komunitas Driver Online Suarakan Penolakan
Empat komunitas pengemudi ojek online di Bandung, JARAMBAH, KOLONG Tegalluar, SGC 06, dan TRANSFORMERS, mengeluarkan pernyataan sikap bersama yang ditujukan kepada Kementerian Perhubungan. Inti dari pernyataan ini adalah permintaan agar kebijakan komisi tidak diubah tergesa-gesa, apalagi tanpa melibatkan suara mitra pengemudi aktif.
Menurut mereka, skema komisi 20 persen yang selama ini berlaku dinilai masih adil, realistis, dan memberi manfaat nyata bagi para pengemudi.
Manfaat dari Skema Komisi 20 Persen
Ananta Sagita, Ketua Komunitas JARAMBAH, menyebut bahwa potongan 20 persen bukan semata-mata pengurangan penghasilan, melainkan bagian dari sistem yang menciptakan rasa aman dan dukungan operasional.
“Kami mendapatkan asuransi kecelakaan, layanan darurat, program diskon GrabBenefits, dan pendampingan dari tim lapangan. Kalau komisi diturunkan tapi semua itu hilang, kami justru dirugikan,” tegasnya.
Ia juga mengkhawatirkan efek domino, di mana penurunan komisi dapat membuat aplikator kehilangan kemampuan finansial untuk memberikan layanan dan dukungan yang dibutuhkan driver.
Program dan Pemberdayaan Komunitas Terancam
Hal senada disampaikan oleh Andre Mulia, Ketua Komunitas KOLONG Tegalluar. Ia menilai bahwa potongan komisi 20 persen telah memungkinkan berlangsungnya program pemberdayaan komunitas dan peningkatan kualitas layanan pengemudi.
“Kami pernah ikut pelatihan keselamatan, apresiasi untuk driver berprestasi, hingga penyuluhan digitalisasi. Semua itu bisa terjadi karena sistem dan pendanaan yang sehat dari aplikator,” ujar Andre.
Jika komisi dipangkas, ia ragu program-program tersebut dapat terus berlanjut.
Suara dari Lapangan Harus Didengar
Ketua Komunitas SGC 06, Andi Eko Ludiro, menyoroti pentingnya pengambilan kebijakan berdasarkan suara pengemudi aktif, bukan dari opini segelintir orang yang sudah tidak lagi bekerja di lapangan.
“Kami yang masih narik tahu persis apa yang kami butuhkan. Jangan buat kebijakan populis yang justru merugikan kami di lapangan,” kata Andi.
Menurutnya, sistem saat ini sudah memberi perlindungan yang memadai bagi pengemudi yang harus menghadapi lalu lintas padat, cuaca ekstrem, dan risiko kecelakaan setiap hari.
Komisi Turun, Beban Naik?
Naufal, perwakilan komunitas TRANSFORMERS Bandung, menilai bahwa penurunan komisi bukanlah solusi jika menghilangkan insentif dan layanan penting bagi pengemudi.
“Kalau komisi turun jadi 10 persen tapi insentif hilang, bantuan komunitas stop, dan layanan terganggu, itu bukan solusi, itu mimpi buruk,” tegasnya.
Ia mendorong pemerintah untuk melibatkan pengemudi aktif dalam dialog dan tidak hanya merespons suara-suara di media sosial.
Stabilitas Sistem Lebih Penting dari Sekadar Potongan
Keempat komunitas ini sepakat bahwa stabilitas sistem dan keberlanjutan ekosistem aplikator jauh lebih penting daripada sekadar menurunkan nominal potongan komisi.
“Potongan 20 persen adalah harga untuk sistem yang memberi kami perlindungan, akses CS, fitur keamanan, bahkan bantuan sosial. Jangan dihancurkan demi retorika keadilan yang tidak seimbang,” bunyi pernyataan penutup mereka.
Dengan sikap ini, komunitas ojol Bandung berharap pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, dapat mempertimbangkan suara para mitra aktif dalam setiap kebijakan yang diambil.
Mereka menekankan bahwa keseimbangan antara hak dan kewajiban harus tetap menjadi fondasi dalam kemitraan antara pengemudi dan perusahaan aplikator.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait