BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Aksi ribuan pekerja wisata di depan Gedung Sate hari ini bukan hanya tentang tuntutan ekonomi. Ada pesan yang lebih tajam, namun disampaikan dengan cara unik: spanduk-spanduk bernada sarkas dan satire.
Dalam gelombang massa yang mencapai lebih dari 4.000 orang, berbagai tulisan kreatif dan menyentil tergantung di atas karton-karton warna mencolok. Salah satu yang paling menyita perhatian berbunyi, “Kedah Bijak Ngadamel Aturan, Bapak mah Duda, Abi mah Gaduh Keluarga”. Sindiran ini tidak hanya lucu, tapi juga menohok: menggambarkan bahwa kebijakan publik tak bisa dibuat sembarangan karena ada banyak keluarga yang terdampak langsung.
Tak kalah menarik, ada pula spanduk bertema “surat cinta” untuk Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Dengan gaya bahasa yang lembut tapi penuh tekanan moral, tertulis:
“Dear Kang Dedi, Cing Soleh Nyak! Cing Adil ka Kami, 5 Sasih Kami Kehilangan Penghasilan, Tolong Kasih Kami Solusi!”
Kalimat ini menyuarakan harapan sambil mengingatkan bahwa kehilangan penghasilan selama lima bulan bukan sekadar statistik—itu adalah kenyataan hidup yang menyakitkan.
Kritik Satir atas Surat Edaran Nomor 45
Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 45/PK.03.03/KESRA, yang menurut para pelaku wisata telah menurunkan secara drastis angka kunjungan, membatalkan agenda-agenda pariwisata, dan meruntuhkan perekonomian di sektor ini.
Mereka datang dari berbagai profesi dalam ekosistem pariwisata: pemandu, supir bus, pengelola objek wisata, pelaku seni, UMKM, hingga pengrajin lokal. Aksi ini digalang oleh Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat (P3JB) sebagai bentuk desakan agar pemerintah lebih peka terhadap realitas di lapangan.
Aksi Damai, Pesan Tajam
Meski berlangsung dalam damai, suara peserta aksi menggema di jantung Kota Bandung. Teriakan "Cabut! Cabut! Cabut!" menggantikan riuh kendaraan. Puluhan bus parkir berjajar sebagai saksi solidaritas antarpelaku wisata.
Hingga menjelang tengah hari, tak satu pun pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Barat tampak menemui massa. Meski demikian, semangat tetap membara. Di bawah panas matahari, mereka mengangkat poster bertuliskan:
“Jangan Matikan Wisata Kami”,
“Kami Bukan Musuh Pemerintah”,
dan tentu saja, “Cabut Surat Edaran Nomor 45!”
Pariwisata Bukan Sekadar Hiburan
Bagi mereka yang hadir, pariwisata bukan hanya soal rekreasi atau ekonomi musiman. Ini adalah urat nadi penghidupan yang memberi napas bagi desa-desa, kota kecil, dan keluarga-keluarga di pelosok Jawa Barat. Mereka menuntut bukan hanya perubahan kebijakan, tapi juga dialog yang manusiawi.
“Kami tidak menolak aturan. Kami hanya ingin didengar, dilibatkan, dan dihargai. Karena hidup kami juga penting,” ujar salah satu orator dari atas mobil komando.
Dengan spanduk-spanduk satir sebagai senjata, para pekerja ini membuktikan bahwa kritik tajam bisa dibalut dengan kreativitas. Bukan dengan amarah, tetapi dengan humor yang menggelitik—dan menyadarkan.
Editor : Agung Bakti Sarasa
Artikel Terkait