Ia menyoroti adanya celah pada Pasal 16 ayat (2) RUU yang memungkinkan pemberi kerja menghindari kewajiban iuran jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Ini preseden berbahaya yang memungkiri amanat hukum dan kemanusiaan,” tegasnya.
Perlu Standar Internasional dan Perlindungan Komprehensif
Dalam konteks hukum, Habib Syarief mengutip teori Seidman dan Chambliss tentang “Teori Bekerja Hukum di Masyarakat” bahwa proses implementasi hukum harus memastikan tidak ada celah birokrasi yang menghambat perlindungan sosial bagi PRT.
Ia juga mendorong RUU ini mengadopsi nilai-nilai Konvensi ILO No. 189 Tahun 2011 tentang Kerja Layak bagi PRT. Konvensi ini memberikan standar internasional untuk pengakuan, perlindungan, dan penghargaan profesi pekerja rumah tangga.
“RUU ini menjadi momentum bersejarah menyelaraskan hukum nasional dengan nilai-nilai HAM dan keadilan global,” katanya.
Menurutnya, perlindungan PRT harus komprehensif mencakup semua klasifikasi pekerja rumah tangga, baik penuh waktu, paruh waktu, direkrut langsung maupun tidak langsung, dan menjamin akses pada program BPJS seperti jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, hari tua, pensiun, hingga kehilangan pekerjaan.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait
