get app
inews
Aa Read Next : Hadir di Forum Internasional, Sekda Jabar: Permudah Penyelesaian Perubahan Iklim

Tolak SK Tentang KHDPK, HKTI Jabar: Picu Potensi Bencana

Kamis, 21 Juli 2022 | 16:15 WIB
header img
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat, Nu'man Abdul Hakim. (Foto: net)

BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA - Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat, Nu'man Abdul Hakim menolak SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No 287 tahun 2022 tentang penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).

Menurut mantan wakil gubernur Jabar periode 2003-2008 ini, kebijakan bagi-bagi hutan melalui KHDPK dapat memicu potensi bencana.

Sebelumnya, penyampaikan penolakan juga telah disampaikan Nu'man dalam Forum Group Discussion (FGD) "Quo Vadis Hutan Jawa" yang digelar Forum Penyelamat Hutan Jawa (FPHJ) di kawasan Jalan Asia Afrika, Kota Bandung beberapa waktu lalu.

"Iya memicu potensi bencana," ucap Nu'man, Kamis (21/7/2022).

Nu'man menilai, KHDPK berpotensi menyebabkan alih fungsi lahan hutan semakin parah yang berakibat pada kerusakan lingkungan dan berkunjung bencana alam, seperti banjir yang menerjang Kabupaten Garut, baru-baru ini.

Selain itu, dengan adanya kebijakan KHDPK ini maka dampak negatif pun bakal dirasakan semua pihak. Mengingat, dengan jumlah penduduk Pulau Jawa yang sudah mencapai lebih dari 100 juta jiwa dan hutan berpotensi dibabat habis.

"Sejak tahun 80-an, masalah alih fungsi lahan hutan maupun diluar itu membuat awal terjadi bencana," ungkapnya.

Tak samai disitu, Nu'man juga mempertanyakan kebijakan KHDPK yang diklaim demi kesejahteraan rakyat.

"Sekarang mau direncanakan dibagi 1 juta hektare, dibagi apakah itu? untuk keadilan dan kesejahteraan? saya kira tidak akan selesai," tegasnya.

Nu'man mengungkapkan, sikap kritisnya terhadap KHDPK bukan berarti melawan semangat reforma agraria yang digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, Numan kembali menegaskan bahwa KHDPK bukan solusi kesejahteraan rakyat.

"Jujur, saya gak lawan Jokowi soal reforma agraria tapi ini bukan solusi memberikan kesejahteraan ke rakyat," tegasnya.

Karena itu, Nu'man pun meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) serta tidak menjadikan hutan sebagai objek reforma agraria.

"Pemerintah evaluasi lagi TORA, khususnya di Jawa, hutan jangan dipakai objek reforma agraria. Rakyat di hutan kalau disuguhin tanah besar semua mau, tapi gak cukup, jadi maksud saya itu kira-kira dukungan ke Forum (Penyelamat Hutan Jawa), agar keseimbangan populasi di Jawa dan ekosistem di jaga," tandasnya.

Diketahui, penolakan terhadap KHDPK juga telah digaungkan disampaikan FPHJ bersama Serikat Perhutani Bersatu (SPB), Masyarakat adat dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang menilai KHDPK merugikan eksistensi hutan Jawa.

Ketua FPHJ, Eka Santosa menegaskan, bahwa pihaknya tidak anti terhadap reforma agraria. Namun, Eka menolak jika lahan hutan Jawa menjadi objek dari reforma agraria dalam implementasi kebijakan KHDPK.

Terlebih, banyak lahan terlantar dan lebih cocok dijadikan objek reforma agraria dari pada hutan yang sekarang menjadi penyeimbang ekosistem dan sumber kehidupan bagi warga sekitar.

"Sekali lagi kami keberatan dan menolak tegas jika hutan yang dikelola bersama LMDH menjadi objek reforma agraria. Banyak lahan tidur dan sudah habis berlaku nya yang bisa dioptimalisasi menjadi reforma agraria," tegas Eka dalam keterangannya, Senin (20/6/2022).

Sekretaris FPHJ, Thio Setiowekti menambahkan, keberadaan Perhutani saat ini salah satunya berkat jasa Presiden Soekarno yang menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 17-30 tentang Pembentukan Perusahaan-Perusahaan Kehutanan Negara, 1961 silam.

Mengutip penjelasan dari pakar kehutanan UGM Haryadi Himawan, Thio menjelaskan, pascakemerdekaan BTI dan SARBUKSI yang merupakan underbouw PKI menginginkan lahan dibagikan kepada rakyat.

Namun, kelompok rimbawan yang mengelola hutan Jawa peninggalan Belanda terbukti tertib dan teruji, sehingga Presiden Soekarno mendirikan BPN Perhutani 1961.

"Perhutani sebagai pengelola hutan Jawa warisan Bung Karno tetap terjaga sampai Presiden-Presiden berikutnya sampai muncul lah SK menteri LHK Nomor 287/2022 yang mengancam eksistensi hutan Jawa," kata Thio.***

Editor : Rizal Fadillah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut