get app
inews
Aa Read Next : Masih Minim Pengalaman, Partai Perindo Perlu Dorongan Masyarakat di Pemilu 2024

UIN Bandung Bersama Tokoh Sunda Bahas Soal Perubahan Nama di RUU Provinsi Jabar

Senin, 25 Juli 2022 | 19:34 WIB
header img
Gedung Sate Kota Bandung. (Foto: net)

BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA - Jurusan Administrasi Publik FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggelar bedah riset dengan tema “Refleksi Usulan Perubahan Nama di Tengah Pembahasan RUU Provinsi Jawa Barat” yang berlangsung di Aula Utama FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Sabtu (23/7/2022).

Bedah riset yang dilakukan oleh Aulia Nurhikmah, S.H., M.H ini merupakan salah satu rangkaian acara dari Milangkala Festival Administrasi Publik yang ke-15.

Kegaitan ini turut dihadiri Dekan FISIP beserta jajarannya, Ketua Jurusan Administrasi Publik beserta jajarannya, lembaga-lembaga sub unit Jurusan Administrasi Publik seperti Lembaga Analisis dan Advokasi Kebijakan Publik (LA2KP), Tax Center, dan Central For Islamic Administration Studies (CIAS), para dosen dan mahasiswa di lingkup internal UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan tim pembedah riset yang turut hadir dari berbagai kalangan diantaranya dari DPD RI, Pakar Hukum Tata Negara dari UNPAD dan UIN Bandung, serta pakar kebijakan.

Dalam paparannya, Aulia mengilustrasikan bahwa begitu pentingnya suatu penamaan terlebih kaitannya dengan penamaan suatu daerah. Isu tersebut pada akhirnya peneliti angkat kemudian menjadi usulan dalam perubahan nama daerah (Provinsi Jawa Barat) karena sejalan dengan adanya agenda Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Jawa Barat.

Secara historis dijelaskan bahwa penamaan ini menjadi penting karena erat kaitannya dengan penentuan identitas diri, berkenaan dengan hal tersebut kata “Sunda” ini telah dikenal bahkan sejak abad ke-2 (500M) yang dikemukakan pertama kali oleh Ptolemaeus, selanjutnya dalam karangan Tome Pires Suma Oriental terdapat istilah yang dikenal dengan Sunda sampai Nusantara yang lebih dikenal dengan Sunda besar dan Sunda kecil.

"Artinya secara historis memang posisi etnik sunda dan penamaannya sudah datang jauh bahkan sebelum dideklaraasikannya kemerdekaan bangsa kita tercinta, kemudian penamaan Jawa Barat sendiri memang dapat dikatakan baru berusia seumur jagung," papar Aulia.

Menanggapi hal ini, Guru Besar UNPAD, Prof. Dr. Indra Perwira, S.H., M.H menjelaskan, tatkala Belanda datang ke Nusantara memang meraka menginjakan kaki pertama kali di tanah Sunda yang kemudian pada 1925 berubah menjadi West Java (Jawa Barat).

Namun, kaitannya dengan isu perubahan nama provinsi ini usulannya harus diberikan secara hati-hati karena ini bukan persolan hukum lagi melainkan menjadi masalah politis, ditambah masyarakat kita ini primordialisme sehingga istilahnya

“Jangan sampai menembak diri sendiri” artinya usulkanlah nama-nama yang sifatnya dapat mewakili keseluruhan masyarakat Jawa Barat seperti Provinsi Pasundan,” jelas Prof. Indra.

Sementara itu, perwakilan DPD RI, Dra. Ir. Hj. Eni Sumarni, M.Kes. mengungkapkan, bahwa DPD RI berwenang untuk menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti atas usulan-usalan tersebut. Dalam perspektif DPD RI setidaknya sudah terdapat sekitar 23 UU yang mana 12 diantaranya sudah diperbaiki dan 11 baru masuk.

"Memang terdapat harapan yang besar dari tokoh Jawa Barat perihal penggantian nama ini, namun secara politis yang menjadi penghambat adalah tidak adanya percepatan baik itu dari RUU dan regulasi lainnya, kemudian tidak adanya tekanan secara politik yang signifikan dari para stakeholder yang memang asli Jawa Barat di pemerintahan," katanya.

Guru Besar UIN SGD Bandung, Prof. Jajang Rohmana, M.Ag. menyampaikan, perubahan nama Provinsi Jabar ke perubahan nama yang lebih nyunda berdasarkan pada naskah akademis nomor 15 itu sudah sangat jelas dapat dilakukan. Bahkan, secara teologis pun pondasinya sudah sangat kokoh, mengingat baginda nabi pun dalam memberi suatu penamaan akan senantiasa memberikan penamaan yang baik.

"Tapi juga perlu dilibatkannya pendapat para ulama-ulama yang tidak dapat dipungkiri bahwa negeri pasundan ini sangat kental pula nilai religiusnya, oleh karena itu hal tersebut menjadi penting," imbuhnya.

Urgensi perubahan nama ini ditanggapi juga oleh Popong Otje Djundjuna yang lebih dikenal dengan sebutan Ceu Popong. Menurutnya, setiap daerah mempunyai hak dalam menentukan keberlangsungan daeranya masing-masing, kaitannya dengan ini terkait dengan perubahan nama provinsi.

"Secara logika apakah memang kita masih tepat untuk disebut sebagai Provinsi Jawa Barat? Dan memang kiranya hal tersebut sudah tidak relevan serta sudah seharusnya dilakukan penamaan yang memang mencirikan aspek-aspek kesundaan," ucapnya.

Meski dirinya amat mendukung rencana perubahan nama tersebut, tetapi Ceu Popong juga mengusulkan agar kiranya ditetapkan nama yang memang dapat mewakili secara keseluruhan masyarakat Jawa Barat.

"Karena kita ketahui bahwa di Jawa Barat bukan hanya terdapat etnik Sunda saja namun begitu beragam, jadi penamaannya diubah dengan nama yang lebih nyunda namun bisa mengakomodir etnik lainnya," ujarnya.

Hal tersebut pun disambut baik oleh para tokoh yang hadir antara lain Khaerul Umam selaku Ketua jurusan Administrais Publik UIN SGD Bandung, Ketua Kongres Sunda 2022 H. Avi Taufik Hidayat dan Sekjen Kongres Sunda 2022 Dr. Nina Kurnia Hikmawati, Ketua SC Kongres Sunda 2022 Andri Perkasa Kantaprawira, S.IP, MM, Presiden Dr. Ikke Dewi Sartika Ketua Pamanah Rasa, Paguyuban Asep Dunia Asep Ruslan, dan beberapa Dosen FISIP UIN SGD Bandung.***

Editor : Rizal Fadillah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut