BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA - Banyak yang beranggapan bahwa meninggal pada hari Jumat adalah pertanda baik.
Bahkan, tak sedikit juga yang menyebut, jika seseorang meninggal di hari Jumat akan masuk surga.
Lantas, bagaimana penjelasan dari hadist? Berikut ulasannya.
Dilansir dari laman nu.or.id, keutamaan mati di hari Jumat ditegaskan oleh beberapa hadits Nabi, di antaranya hadits riwayat Imam al-Tirmidzi:
ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة إلا وقاه الله تعالى فتنة القبر
“Tidaklah seorang Muslim mati di hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur.” (HR. al-Tirmidzi).
Jadi, meninggal di hari Jumat pertanda seseorang diberkati karena dilindungi oleh Allah SWT. Sedangkan, meninggal dengan ucapan terakhirnya adalah thayyibah, yakni kalimat Tauhid 'Laa ilaaha illallaah' maka Allah SWT akan memasukkannya ke dalam surga.
Hadits tersebut diriwayatkan al-Tirmidzi dari Rabi’ah bin Yusuf dari Ibnu Amr bin al-Ash. Menurut al-Tirmidzi, hadits ini tergolong gharib, tidak bersambung sanadnya, tidak pernah diketahui Rabi’ah mendengar dari Ibnu Amr.
Namun, al-Thabrani menyatakan hadits tersebut muttashil (tersambung sanadnya), al-Thabrani meriwayatkannya dari Rabi’ah bin ‘Iyadl dari ‘Uqbah dari Ibnu Amr bin Ash, demikian pula diriwayatkan oleh Abu Ya’la, al-Hakim al-Tirmidzi dengan status muttashil, Abu Nu’aim juga meriwayatkannya dari Jabir dengan status Muttashil.
Meski bersambung sanadnya, menurut al-Hafizh al-Mundziri, hadits tersebut tergolong dla’if (Syekh Abdurrauf al-Manawi, Faidl al-Qadir, juz 5, hal. 637).
Selain itu, ada beberapa riwayat senada mengenai keutamaan wafat di hari Jumat, misalnya riwayat Humaid dari Iyas bin Bukair yang menyatakan:
“Barangsiapa mati di hari Jumat, ia dicatat mendapat pahala syahid dan aman dari siksa kubut”
Namun, menurut Syekh Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri, hadits-hadits tersebut tidak sampai kepada derajat hadits Shahih.
Sementara itu, Syekh Abdur Rauf al-Manawi memberi pandangan mengapa wafat di hari atau malam Jumat mendapat keutamaan dijaga dari fitnah kubur dalam keterangannya dalam kitab Faidl al-Qadir sebagai berikut:
ـ (ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة إلا وقاه الله تعالى فتنة القبر) لأن من مات يومها أو ليلتها فقد انكشف له الغطاء لأن يومها لا تسجر فيه جهنم وتغلق أبوابها ولا يعمل سلطان النار ما يعمل في سائر الأيام فإذا قبض فيه عبد كان دليلا لسعادته وحسن مآبه لأن يوم الجمعة هو اليوم الذي تقوم فيه الساعة فيميز الله بين أحبابه وأعدائه ويومهم الذي يدعوهم إلى زيارته في دار عدن وما قبض مؤمن في هذا اليوم الذي أفيض فيه من عظائم الرحمة ما لا يحصى إلا لكتبه له السعادة والسيادة فلذلك يقيه فتنة القبر
“Sabda Nabi, tidaklah seorang Muslim mati di hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur, sebab orang yang wafat di hari atau malam Jumat dibukakan paginya tutup (kurungan), sebab pada hari Jumat api neraka Jahannam tidak dinyalakan, pintu-pintunya ditutup, keleluasaan api neraka tidak berjalan sebagaimana hari-hari yang lain. Maka, bila di hari Jumat seorang hamba dicabut ruhnya, hal tersebut menunjukan kebahagiannya dan baiknya tempat kembali baginya, sebab hari Jumat adalah hari terjadinya kiamat. Allah memisahkan di antara para kekasih dan musuh-musuh-Nya, demikian pula memisahkan hari-hari mereka yang dapat mengundang mereka untuk berziarah kepada-Nya di hari tersebut di surga ‘And. Tidaklah seorang mukmin dicabut nyawanya di hari Jumat yang penuh dengan kebesaran rahmat-Nya yang tidak terhingga, kecuali Allah mencatatkan untuknya keberuntungan dan kemuliaan, maka dari itu, Allah menjaganya dari fitnah kubur.” (Syekh Abdur Rauf al-Manawi, Faidl al-Qadir, juz 5, hal. 637).
Secara umum, orang yang meninggal di hari Jumat merupakan tanda-tanda akan kebaikan dan kemuliaan-Nya. Namun tidak bisa dipahami terbalik bahwa yang meninggal di selain hari Jumat, sebagai tanda keburukan.
Banyak para kekasih Allah dan hamba pilihan-Nya wafat di selain hari Jumat. Bahkan, Rasulullah SAW wafat bukan di hari Jumat, melainkan di hari Senin.
Wallahu a’lam.
Editor : Rizal Fadillah