BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA - Terdapat beberapa pahlawan perempuan Indonesia yang namanya masih jarang diketahui atau kurang dikenal.
Padahal, jasa para pahlawan perempuan Indonesia ini sangat besar dalam memperjuangkan hingga mempertahankan kemerdekaan Tanah Air.
Nah, berikut ini lima dari banyak pahlawan perempuan Indonesia yang jarang diketahui masyarakat luas.
1. Maria Walanda Maramis
Maria Walanda Maramis lahir di Kema, 1 Desember 1872. Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Ibu Maria Walanda Maramis oleh masyarakat Minahasa. Melekatnya Maria di hati masyarakat Minahasa juga dibuktikan dengan dibangunnya patung Maria Walanda Maramis di Manado. Ia juga dijuluki sebagai RA Kartini dari Minahasa. Sejak berusia enam tahun Maria diasuh oleh pamannya, Rotinsulu, setelah kedua orang tuanya jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Ia hanya menyelesaikan pendidikannya di tingkat Sekolah Dasar dan tidak diizinkan melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi karena ia perempuan. Maria menikah dengan seorang guru bahasa bernama Frederick Caselung Walanda pada usia 18 tahun. Dibantu oleh suaminya, ia mendirikan organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya) pada tahun 1917. Tujuan dari didirikannya organisasi tersebut adalah memberikan pendidikan pada anak perempuan.
2. Opu Daeng Risadju
Opu Daeng Risadju merupakan keturunan bangsawan Kerajaan Luwu. Perempuan yang memiliki nama kecil Famajjah ini aktif di organisasi PSII (Partai Syarekat Islam Indonesia). Ia sampai mendirikan cabang PSII di Palopo pada tanggal 14 Januari 1930. Karena keaktifannya, Opu Daeng Risadju dituduh menghasut dan menyebarkan kebencian di kalangan masyarakat untuk membangkang kepada pemerintah. Atas tuduhan itu, pemerintah kolonial Belanda menjatuhinya hukuman 13 bulan penjara. Ia juga dicopot gelar kebangsawanannya oleh pihak kerajaan karena mengikuti kongres PSII di pulau Jawa. Pada masa pendudukan NICA, Opu Daeng Risadju memobilisasi dan mendoktrin pemuda untuk melakukan perjuangan. Tidak lama kemudian, ia di penjara dan mengalami penyiksaan yang berdampak pada kehilangan pendengarannya seumur hidup. Opu Daeng Risadju meninggal pada 10 Februari 1964.
3. Nyi Ageng Serang
Nyi Ageng Serang memiliki nama kecil Raden Ajeng Kustiyah Retno Edhi. Ia adalah anak seorang Panglima Perang Sultan Hamengku Buwono I bernama Pangeran Natapraja. Sejak kecil, ia membantu ayahnya berjuang melawan Belanda. Pada usia 73 tahun, Nyi Ageng Serang menjadi pemimpin pasukan dengan tandu dalam Perang Diponegoro melawan Belanda. Ia terkenal dengan strategi perang menggunakan lumbu (daun talas hijau) untuk menyamar. Selain berpartisipasi dalam perang, ia juga menjadi penasehat perang.
4. Nyai Ahmad Dahlan
Nyai Ahmad Dahlan bernama asli Siti Walidah. Ia merupakan istri dari pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Sejak kecil, ia dididik oleh orang tuanya menjadi orang yang religius. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah umum. Perempuan yang lahir di Yogyakarta pada tahun 1872 ini merupakan salah satu tokoh pejuang persamaan hak terhadap perempuan. Ia berkeyakinan bahwa perempuan juga berhak mengenyam pendidikan setinggi-tingginya seperti laki-laki. Pada tahun 1914, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan pengajian khusus untuk perempuan yang diberi nama Sopo Tresno. Beberapa tahun kemudian berganti nama menjadi Aisyiyah yang menjadi lembaga perempuan Muhammadiyah.
5. Martha Christina Tiahahu
Martha Christina Tiahahu merupakan anak dari teman seperjuangan Kapitan Pattimura bernama Paulus Tiahahu. Ia mulai terjun ke medan perang melawan Belanda saat usianya baru 17 tahun. Bersama ayahnya, ia berhasil merebut Benteng Beverwijk. Namun, Belanda berhasil merebutnya kembali dan menangkap mereka. Martha yang masih di bawah umur dibebaskan, sedangkan ayahnya dihukum mati. Christina tetap melakukan perlawanan gerilya setelah dibebaskan. Ia berhasil ditangkap lagi oleh Belanda dan dibuang ke Pulau Jawa. Dalam perjalanan menggunakan kapal Evertzen, Christina jatuh sakit, tetapi menolak untuk meminum obat. Akhirnya, ia wafat dalam perjalanan dan dimakamkan di Pulau Banda.
Editor : Rizal Fadillah