BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA - Setiap tahunnya, tanggal 1 Oktober selalu diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Secara garis besar, peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini untuk mengenang kembali jalannya sejarah di masa lalu dalam mempertahankan ideologi bangsa.
Adanya Hari Kesaktian Pancasila juga bisa dilakukan atas dasar mengenang dan menghormati jasa para pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa gerakan 30 September atau lebih banyak dikenal dengan sebutan G30S/PKI.
Adanya penetapan Hari Kesaktian Pancasila dilatarbelakangi oleh kejadian insiden pembantaian yang terjadi pada tanggal 30 September. Tepatnya tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Dimana pada hari tersebut Pancasila memiliki kesaktian yang tak bisa digantikan oleh paham apapun. Hari Kesaktian Pancasila ditetapkan oleh Jenderal Soeharto. Sedangkan untuk Pancasila sendiri lahir pada tanggal 1 Juni 1945, yang mana Presiden Soekarno merupakan penginisasinya.
Sebagai sebuah dasar negara, Pancasila tentunya tidak lahir begitu saja. Nah, berikut adalah kronologi lahirnya Pancasila, yang berhasil dirangkum tim Litbang MPI.
1. Pembentukan BPUPKI (1 Maret 1945)
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi Cosakai dibentuk pada 1 Maret 1945 oleh Jepang. Dari sinilah, persiapan pembentukan Pancasila sebagai dasar negara dilakukan dalam rapat-rapat BPUPKI.
Dalam modul yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2017 bertajuk ‘Saya Indonesia, Saya Pancasila’, disebutkan bahwa BPUPKI memiliki 62 anggota asal Indonesia dan 7 anggota lainnya adalah tokoh Jepang. Sementara, kursi ketua ditempati oleh Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat dan 2 wakilnya, yakni R Panji Soeroso serta Ichibangase Yosio dari Jepang. Sepanjang berdiri, BPUPKI melakukan 3 kali sidang.
2. Usulan Muhammad Yamin (29 Mei 1945)
Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat mengutarakan bahwa Indonesia sangat membutuhkan keberadaan dasar negara jika merdeka kelak. Dasar negara itu tentunya menjadi fondasi bagi Indonesia sebagai sebuah negara baru dan utuh. Maka dari itu, sidang-sidang BPUPKI dilakukan fokus demi membahas dasar negara Indonesia.
Sidang BPUPKI dilakukan pertama kali pada 29 Mei 1945. Dalam sidang itu, Muhammad Yamin mengungkapkan bahwa dasar negara berasal dari peradaban bangsa Indonesia. “Orang timur pulang kepada kebudayaan timur,” kata Yamin. Secara garis besar, Yamin menyampaikan 2 usulan, yakni secara lisan dan tulisan.
Secara lisan, dirinya menyampaikan 5 poin utama, yaitu: peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan sosial. Sementara itu, usulan tertulis yang diajukan juga ada 5 dan terdiri dari ketuhanan yang maha Esa, kebangsaan persatuan Indonesia, rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/keadilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Pidato Soepomo (31 Mei 1945)
Tokoh lain yang juga memberikan usulannya tentang dasar negara adalah Soepomo. Pria kelahiran Sukoharjo, 22 Januari 1903 itu merumuskan 5 poin yang terdiri dari persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, serta keadilan rakyat. Masih mengutip penjelasan yang ada pada modul milik Kemendikbud, hal penting yang digarisbawahi oleh Soepomo adalah Indonesia merupakan negara yang mampu mempersatukan diri dengan segala lapisan masyarakat. Bukan negara yang mempersatukan diri dengan golongan terkuat.
4. Pidato Soekarno (1 Juni 1945)
Proses terciptanya Pancasila berlanjut melalui 5 poin yang diajukan Soekarno, yakni kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, dan kesejahteraan sosial. Pada pidatonya di tanggal 1 Juni 1945 ini pula, Soekarno mengusulkan agar lima dasar negara yang diusulkan diberi nama Pancasila. Panca berarti 5, sementara sila memiliki arti dasar atau asas. Sidang BPUPKI ini menerima usulan nama Pancasila sebagai dasar negara.
Setelah masa sidang, Radjiman memutuskan untuk membentuk panitia kecil yang bertugas mengumpulkan usulan dari para anggota yang akan dibahas dalam sidang berikutnya. Selanjutnya, usulan dari tokoh-tokoh tersebut diperiksa, dibahas, dan dikumpulkan hingga menjadi 9 golongan.
Panitia kecil tersebut beranggotakan 8 orang dan dipimpin oleh Soekarno. Sebagai anggota, dipilihlah Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kyai Haji Wachid Hasjim, Muhammad Yamin, Sutardjo Kartohadikoesoemo, AA Maramis, Otto Iskandardinata, dan Mohammad Hatta.
5. Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
Dari kesepakatan panitia kecil itu, dibentuk kembali Panitia 9 yang kembali menyelidiki usulan yang sudah diberikan. Rapat dilakukan di rumah Soekarno di Jakarta dengan cukup alot karena perbedaan paham anggota. Sampai akhirnya, Piagam Jakarta terbentuk dengan 5 rumusan Pancasila, yakni ketuhanan (dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya), kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun demikian, poin pertama Pancasila diubah menjadi Ketuhanan yang Maha Esa. Hal itu diusulkan langsung oleh Hatta. Ia mengaku mendapat protes dari seorang opsir sebagai utusan Kaigun yang memberitahukan bahwa para wakil Protestan dan Katolik cukup keberatan dengan poin pertama Pancasila.
Kalimat tersebut dianggap tidak mengikat mereka yang notabene bukanlan umat Islam. Hatta beserta para tokoh lalu mengadakan rapat di tanggal 18 Agustus 1945 pagi dan menyepakati bahwa sila pertama harus diganti dengan kalimat Ketuhanan yang Maha Esa.
Editor : Rizal Fadillah