KPK vs Logika Masyarakat : KPK Jangan Jadi Sambo
BANDUNG.INEWSBANDUNGRAYA.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan dapat melakukan penegakan hukum dengan lurus tanpa adanya muatan politik.
Walaupun hal itu sulit dilakukan, baik intervensi dari penguasa atau personal para pejabat KPK itu sendiri, sebab seperti lembaga negara yang lainnya KPK pun merupakan produk politik.
Aktivis Jawa Barat Asep Lukman (Asluk) mengatakan, sesuatu yang lahir dari poltik maka menjadi alamiah jika dalam tubuh semua lembaga negara termasuk KPK dominan genetika politik. Artinya ada pewarisan karakter polititis atau sifat gen pada organisme maupun suborganisme semua lembaga negara.
Sekalipun negara sama sekali tidak memiliki tujuan mengotori keadilan dan kepastian hukum, namun nyatanya negara di seluruh dunia ini tidak memiliki cara lain dalam pembentukan suatu kebijakan kecuali melalui proses politik.
Karenanya setiap negara di dunia ini selalu dihadapkan pada kontroversi yang tidak pernah usai, tentu akibat terpicu oleh kepentingan politik antar elit dan juga masyarakatnya.
"Kepentingan politik yang dimaksud adalah nafsu atau ambisi terhadap kekuasaan antara pribadi dan atau kelompok. Alhasil, tidak ada satu lembaga pun di dalam suatu negara yang dapat steril terlepas dari kepentingan politik. Namun sekalipun begitu masyarakat tetap akan menuntut negara dapat berlaku adil dan objektif dalam penegakan hukum," tuturnya, Kamis (6/10/2022).
Khusus menyoal informasi KPK yang beredar tentang adanya upaya ingin mentersangkakan Anies baswedan terkait program Formula E, dirinya menilai, tidak yakin apakah KPK benar-benar akan mampu melakukan hal tersebut kepada Anies. Karena untuk mentersangkakan seseorang itu tentu wajib berdasarkan bukti yang cukup, tidak bisa “semau gue”.
Menurut pengamatan masyarakat ketika memberi citra sosok Anies Baswedan, dirinya yakin umumnya tidak akan percaya jika Anies dituduh sebagai seorang pencoleng atau perampok duit negara. Melihat dari karakter, penampilan, dan perilaku beliau, masyarakat umumnya dapat memberi citra bahwa Anies Baswedan sebagai seorang yang mustahil jadi koruptor.
Dalam keyakinan publik seperti di atas, tiba tiba KPK memanggil Anies Baswedan dan mencari keterkaitan dirinya dalam dugaan adanya korupsi di formula E. Sebagian orang merasa kaget keheranan dan menyampaikan hal tersebut sebagai langkah sabotase politik penguasa dengan menggunakan KPK sebagai alat untuk mengkriminalisasi supaya Anies gagal mencari calon presiden.
Padahal sebelumnya langkah KPK dalam melaksanakan penegakan hukum selalu didukung oleh masyarakat luas, bahkan berbagai upaya pengkerdilan terhadap KPK pun dilawan oleh masyarakat. Tapi kali ini berbeda, jika KPK benar benar ingin mentersangkakan Anies Baswedan pasti akan berhadapan dengan masyarakat sendiri.
"Negara dan KPK berpotensi dituduh oleh masyarakatnya sedang melakukan cara-cara “Sambo”. Mengarang-ngarang cerita demi menjegal seorang Anies Baswedan menjadi calon Presiden 2024," ujarnya.
Keyakinan publik bahwa KPK telah diintervensi oleh kekuasaan atau menjadi alat politik berdasar pada berbagai faktor yang salah satunya adalah para ketua KPK sendiri yang sejak awal sudah dianggap bukan orang-orang bersih.
Selain itu, beberapa kasus yang erat kaitannya dengan pihak penguasa sampai kini masih belum tuntas. Semisal kasus masikhu, E-KTP, BPJS dll.
Lebih lanjut dikatakannya, tuntutan agar penegak hukum itu bersikap objektif dan independen, secara alamiah akan senantiasa dituntut manusia. Artinya, gelombang ketidaksukaan masyarakat saat ini pada penegakan hukum yang dirasakan tidak adil murni terdorong oleh fitrah nya, sama sekali bukan karena terprovokasi atau dimobilisasi pihak tertentu.
Termasuk soal penyelidikan pada Anies Baswedan, masyarakat awam meraba dengan kepekaan rasanya soal kuatnya dugaan adanya kepentingan politik pihak tertentu yang menggunakan KPK sebagai alatnya.
"Wajar jika dalam hal ini KPK mendapat perlawanan dari masyarakat bahkan dari pihak yang selama ini senantiasa mendukung KPK," pungkasnya. (*)
Editor : Abdul Basir