BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad), Popy Rufaidah mendorong Indonesia bisa memiliki pusat kebudayaan di Washington D.C. Jika dimiliki, maka seni dan budaya bisa ditampilkan secara profesional dan berkelas sampai bisa menjadi rujukan.
Begitu disampaikan Popy Rufaidah saat dihubungi, Sabtu (12/11/2022).
"Karena melalui seni dan budaya itu terjadi yang namanya soft diplomasi. Diplomasi lebih menyentuh dan lebih bisa meningkatkan preferensi dan brand image yang positif terhadap Indonesia," kata Popy.
Seperti diketahui, Popy Rufaidah merupakan orang Indonesia pertama yang menyabet penghargaan "Star of Excellence Award" dari America-Eurasia Center, Washington, D.C.
Alasan terpilihnya Popy lantaran dirinya menginisiasi pembentukan asosiasi bagi para Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atikbud) dari berbagai perwakilan kantor kedutaan besar di Amerika Serikat.
Perempuan yang menjabat Atikbud Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Washington, D.C. periode Desember 2018-September 2022 itu pun menceritakan pengalamannya saat menjabat Atikbud KBRI Washington, D.C. Popy mengaku, terpilihnya sebagai Atikbud berdasarkan hasil seleksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
"Atase Pendidikan dan Kebudayaan ini ditempatkan di Washington D.C. Jadi Atikbud ini wakil menteri di luar negeri, perpanjangan tangan untuk masalah kebudayaan dan pendidikan. Kemudian, ditempatkannya itu oleh menlu (menteri luar negeri) karena sebagai perwakilan Republik Indonesia di luar negeri," kata Popy.
Popy membeberkan, ada tantangan tersendiri saat dirinya bekerja sebagai Atikbud di Washington, D.C. Salah satunya adalah meyakinkan mitra di Amerika Serikat untuk bekerja sama di bidang pendidikan, kebudayaan, riset serta teknologi.
Potensi kerja sama dengan Amerika Serikat, kata Popy, terbuka luas. Hanya saja diperlukan sikap proaktif agar kerja sama yang dibangun bisa terwujud.
"Amerika Serikat negara yang sangat menghargai kompetensi dan keunggulan yang dimiliki seseorang, hal tersebut perlu dipresentasikan dengan sebaik-baiknya. Siapa yang bisa menyampaikan dan meyakinkan, itu bisa menjadi penguat penjalin kerja sama," jelas Popy.
Popy menjelaskan, ada tiga tugas utama dari Atikbud. Pertama, meningkatkan kerja sama di bidang pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi.
Lantaran berada di bawah Kemendikbudristek, maka tugas popok dan fungsi (tupoksi) dari Atikbud adalah membantu kerja sama perguruan tinggi Amerika Serikat dengan Indonesia. Bentuk kerja samanya amcam-macam.
Kemudian, meningkatkan jumlah orang AS yang bisa berbahasa Indonesia. Maka dari itu, di KBRI Washington D.C. ada kelas Bahasa Indonesia khusus orang asing.
"Kelasnya di KBRI bekerja sama dengan Universitas di Amerika. Ada 14 perguruan tinggi yang mengajarkan Bahasa Indonesia," ujarnya.
Ketiga, mempromosikan kebudayaan Indonesia di AS seperti mempromosikan alat kesenian tradisional Sunda, angklung.
"Kami punya program angklung. Misalnya lewat diplomasi angklung karena kan angklung mudah ya. Programya dinamakan Angklung Goes To America dimana angklung bisa dimainkan oleh anak-anak SD hingga mahasiswa. Jadi mengajarkan angklung di program kurikulum universitas, itu salah satu program kami," jelasnya.
Popy menyarakan, Indonesia dapat mencontoh Korea dan China yang telah memiliki pusat kebudayaan di Washington D.C. Hal itu penting dilakukan agar kebudayaan Indonesia semakin dilirik Amerika.
Apabila pusat kebudayaan sudah berdiri, bukan tidak mungkin masyarakat asing akan semakin berminat pada budaya Tanah Air.
"Korea itu punya pusat kebudayaan di Washington D.C. sedangkan Indonesia tidak punya. Budaya K-POP juga di Amerika itu meledak seperti halnya di Indonesia karena mereka punya kantor kebudayaan khusus, Korean Culture Center di sana," terangnya," ungkap Popy.
Begitu juga dengan China. Kedutaan besar mereka di Amerika sangat aktif, bahkan sampai memiliki komunitas.
Sekadar informasi, Popy Rufaidah meraih penghargaan "Star of Excellence Award" dari America-Eurasia Center yang merupakan salah satu organisasi wadah pemikir (think tank) tertua dan bereputasi di Amerika Serikat.
Menurutnya, penghargaan tersebut diberikan atas upayanya memperkuat hubungan dengan AS dan menyatukan pimpinan kedutaan besar bidang pendidikan dan kebudayaan yang ada di Amerika Serikat.
"Penghargaan ini berbeda dengan sebelumnya. America-Eurasia Center memberikan apresiasi atas apa yang telah dilakukan KBRI melalui Atikbudnya dalam memperkuat hubungan dengan Amerika Serikat dan menyatukan para Atikbud sehingga terbentuk Asosiasi Atikbud se-Amerika Serikat di Washington D.C.," kata Popy dikutip dari laman resmi Unpad, Minggu (11/11/2022).
Dalam hal ini, Popy terpilih mendapatkan penghargaan sebagai sosok yang menginisiasi pembentukan asosiasi bagi para Atikbud dari berbagai perwakilan kantor kedutaan besar di Amerika Serikat.
Inisiasi yang dilontarkan Popy tersebut telah digaungkan pada pertemuan yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Bidang Pendidikan dan Kebudayaan di Washington, D.C. pada awal Januari 2020 lalu.
Meski terkendala pandemi, apa yang dilakukan Popy berbuah manis. Pada 25 Mei 2022, resmi terbentuk Asosiasi Atase Pendidikan dan Kebudayaan Amerika Serikat/Washington Educational & Cultural Attaché Association (WECAA).
"Kiprah ini yang dianggap America-Eurasia Center sebagai sesuatu yang perlu diapresiasi karena belum pernah ada asosiasi seperti ini," kata Popy yang menjadi Presiden pertama WECAA itu.
Editor : Zhafran Pramoedya