KABUPATEN BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA.ID - Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Kabupaten Bandung termasuk daerah dengan kategori rawan tinggi. Maka semua pemangku kepentingan di Kabupaten Bandung diminta serius mengantisipasi terjadinya gangguan yang bisa menghambat legitimasi hasil Pemilu 2024.
IKP tersebut dirilis Bawaslu RI. Adapun penyusunan IKP berdasarkan empat dimensi yaitu konteks sosial politik, penyelenggaraan penyelenggaraan pemilu, kontestasi dan partisipasi.
Dimensi konteks sosial politik terdiri dari subdimensi keamanan, otoritas penyelenggara pemilu, otoritas penyelanggara negara. Sedangkan dimensi penyelenggara negara terdiri hak memilih, pelaksanaan kampanye, pemungutan suara, adjudikasi dan pengawasan pemilu.
Sementara dimensi kontestasi terdiri dari subdimensi hak dipilih dan kampanye calon. Sedangkan partisipasi terdiri dari partisipasi pemilih dan partisipasi kelompok masyarakat.
"Dilihat dari konteks sosial politik Kabupaten Bandung ini berada di peringkat ketiga nasional. Sedangkan dilihat dari penyelenggaraan Pemilu berada di peringkat ke-18 tingkat kerawanannya," kata Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi dan Humas Bawaslu Kabupaten Bandung, Hedi Ardia di Grand Sunshine, Soreang, Senin (26/12/2022).
Sedangkan untuk kategori kontestasi ada di peringkat 16 dan partisipasi skornya lebih kecil hanya 67,71 atau berada di peringkat 11. Bila diakumulasikan, maka, IKP 2024 ini Kabupaten Bandung termasuk kategori rawan tinggi atau berada di peringkat ketiga nasional.
Hedi mengingatkan semua pihak untuk tidak terlalu memperdebatkan tentang validitas IKP ini. Karena jauh lebih penting lagi kita semua fokus mempersiapkan pencegahan agar hal-hal yang tidak diinginkan justru malah terjadi.
Faktor penyebab yang menjadikan Kabupaten Bandung termasuk kategori rawan tinggi ini lantaran dari 61 indikator, Kabupaten Bandung mampu mengisi dan menyertakan buktinya sebanyak 29 indikator.
"Setiap indikator mengukur jumlah kejadian dan tingkat kejadian. Nilai setiap indikator dihitung dengan menjumlahkan event kejadian yang dibobot dengan tingkat kejadian," ucapnya.
Lebih lanjut dijelaskan Hedi, indikator menyusun dimensi agregasi untuk mendapatkan skor masing-masing dimensi. Skor akhir IKP untuk setiap daerah dihitung dengan menjumlahkan skor masing-masing dimensi yang telah dibobot dengan kontribusi dari dimensi-dimensi.
"Cara penyekoran IKP ini dibagi tiga bagian besar dengan cut-off satu simpangan baku dari nilai rerata. Skor dianggap rendah bila skor berada di bawah satu simpangan baku dari nilai rerata nasional variabel," tandasnya.
Sedangkan skor dianggap sedang bila skor berada antara satu simpangan baku di bawah dan di atas rerata nasional. Adapun skor dianggap tinggi bila skor berada di atas satu simpangan baku dari nilai rerata nasional.
Editor : Zhafran Pramoedya