BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jabar, Didin Supriadin membuat keputusan berani setelah adanya syarat mahar yang fantastis untuk menjadi bakal calon legislatif (bacaleg) Pileg 2024.
Didin Supriadin memilih untuk batal maju di Pileg 2024. Lebih jauh, Didin memilih cabut dari Demokrat yang sudah lama dinaunginya itu.
Dalam pengakuannya, pengunduran diri tersebut dilakukan usai adanya persyaratan pembayaran saksi untuk Pileg 2024 yang tergolong besar. Didin merasa angka yang diminta oleh partai berlambang bintang mercy ini terlalu besar hingga akhirnya memilih mengundurkan diri.
"Jadi saya melihat dalam proses pencalegan di Partai Demokrat sepengalaman saya dari awal sampai saat ini, baru kali ini agak aneh," ujar Didin, Selasa (9/5/2023).
Didin lantas bercerita awal mula kasus ini muncul. Dia yang saat itu menjabat Wakil Ketua DPD Demokrat Jabar mulai mempersiapkan tahapan menjaring bakal calon anggota legislatif, baik untuk calon anggota DPRD Provinsi maupun Kab/Kota se-Jabar.
Hal itu diperkuat oleh surat tugas dari DPD Demokrat Jabar untuk menjadi LO partai dengan KPUD. Kemudian dilanjutkan rapat DPD PD Jabar yang meminta Didin membantu tugas-tugas Bappiluda.
Setelah itu Bappiluda PD Jabar melakukan uji kelayakan serta wawancara sebanyak 2 kali, yakni oleh internal pengurus Bappiluda dan melibatkan unsur Ketua, Sekretaris, Bendahara, BPOKK, BAPPILUDA DPD PD Jabar.
"Ketika penjaringan dan pendaftaran caleg provinsi dimulai, para bacaleg diminta kontribusi sebesar Rp32,5 juta," kata Didin.
Didin melanjutkan, pada Rabu 12 April 2023 di Kantor DPD PD Jabar, semua bacaleg diminta mengisi formulir pernyataan dengan salah satu poinnya yakni kesiapan tambahan untuk Dana Saksi Partai.
"Saat itu saya mengisi kesanggupannya sebesar Rp100 juta," ungkap Didin.
Persoalan dimulai ketika pada Selasa 2 Mei 2023, Bendahara DPD PD Jabar tiba-tiba menghubungi Didin dan mengirim nomor rekening. Saat itu Didin diminta memberikan kontribusi untuk dana saksi sebesar Rp500 juta.
"Katanya saya akan diberikan nomor urut caleg di nomor urut 1 Dapil Jabar 15 (Kota dan Kabupaten Tasikmalaya). Kata Ibu Ratna (Bendahara DPD PD Jabar), untuk di DPC seperti Kota Bandung, Kabupaten Bogor, yang dapat no urut 1 bacaleg Kabupaten/Kota tersebut kontribusinya sebesar Rp300 juta," bebernya.
Pada Jumat 5 Mei 2023 siang, kata Didin, Sekretaris DPD PD Jabar M. Handarujati K menghubunginya melalui telepon dan meminta segera membayar. Selain itu meminta kepastian kapan bisa membayar. Didin menjawab akan diikhtiarkan dan meminta waktu paling telat 1 bulan.
Akan tetapi, sore harinya, usai salat Ashar, Sekretaris menelpon Didin kembali, dengan memberitahukan kalau posisi nomor urut 1 akan ditukar dengan Yoyom Romya yang bukan pengurus, dengan alasan Yoyom siap membayar dan Didin dikasih nomor urut 2 dengan kontribusi yang tidak terlalu besar.
Saat itu Didin mengatakan bahwa keputusan itu diserahkan ke partai, namun dia akan mencabut berkas dan dirinya tidak akan mencalonkan. Sekreatris pun bilang ke Didin untuk menunggu dalam lima menit akan ditelpon kembali. Namun sampai pagi harinya, tidak ada konfirmasi atau pun pemberitahuan lanjutan kepada saya.
"Akhirnya saya mengambil sikap mengundurkan diri, baik sebagai bacaleg atau pun dari keanggotaan Partai Demokrat," tuturnya.
Didin merasa sudah tidak ada lagi penghargaan dari partai kepada kader utama dan pengurus inti. Selain itu, ketersinggungan dia dengan Sekretaris DPD PD Jabar dengan bahasa yang tidak patut dan secara etika tidak pantas.
"Masa saya sebagai pengurus inti DPD dengan mudahnya, cuma karena uang, mau ditukar nomor urutnya hanya karena saat itu Pak Yoyom siap membayar. Padahal saya menjadi kader dan pengurus partai lebih dari 20 tahun, mulai berdirinya Partai Demokrat," jelasnya.
Dari catatannya, Didin merupakan pendiri relawan SBY Fans Club di Pemilu 2004, baik di pusat ataupun Jawa Barat. Lalu pernah menjadi Ketua Tim Gabungan Pemenangan Pilgub Jabar, Tim Penjaringan Caleg DPD PD Jabar ketika Ketua DPD masih Alm. Adjeng Ratna Suminar maupun Mayjen (Purn) Iwan R. Sulandjana.
Di kepengurusan DPD PD Jabar pun, Didin pernah menjadi Wakil Bendahara, Wakil Sekretaris, dan Wakil Ketua. Sementara di DPRD Jawa Barat pernah menjabat selama 2 perode, dan merasakan menjadi Ketua Komisi V dan Ketua Komisi III, Sekretaris Fraksi, dan berbagai posisi di Alat Kelengkapan Dewan (AKD).
Kasus Didin ini menambah panjang hengkangnya kader Demokrat di Jawa Barat. Sebelumnya, kader dari DPC, DPAC, Ranting hingga Anak Ranting Partai Demokrat Kabupaten Purwakarta mengundurkan diri secara massal. Hal sama terjadi di DPC Kabupaten Pangandaran.
Terpisah, pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Firman Manan mengatakan, kader yang pindah partai umumnya karena ada beberapa masalah. Faktor terbesarnya, mulai konflik internal hingga krisis kepemimpinan.
"Ekstremnya, sebagian kadernya merasa tidak terakomodasi lalu memilih mundur," katanya.
Sementara dari sisi krisis kepemimpinan, Firman menilai Partai Demokrat sudah melemah pamornya setelah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak menjadi Presiden Indonesia. Demokrat tidak lagi punya figur sentral yang bisa mengendalikan kader secara keseluruhan.
"Demokrat dirugikan karena beberapa kader yang hengkang begitu potensial. Jadi harus berhati-hati, jangan sampai di 2024 juga menimbulkan kerugian penurunan suara," tuturnya.
Editor : Zhafran Pramoedya