Dari ayahnya, Bung Karno mendapatkan pembelajaran tentang karakter, keterbukaan, kecintaan pada alam dan pemahaman terhadap nilai keutamaan tat twam asi, tat twam asi yang artinya Dia adalah aku dan aku adalah dia; engaku adalah aku dan aku adalah engkau, yang melandasi kuatnya komitmen Bung Karno untuk melindungi mahkluk Tuhan. Sementara itu dari pengasuhnya, Sarinah menginspirasi Bung Karno untuk mencintai ibu, mencintai dan mengasihi orang kecil (peduli terhadap wong cilik), dan mecintai umat manusia.
Bung Karno menamatkan ELS (Europeesche Lagere School) di Mojokerto, HBS (Hogere Burger School) di Surabaya lulus pada 10 Juni 1921, dan TH Bandung (Technische Hogeschool te Bandoeng), Kini ITB, berhasil meraih gelar Insinyur pada 25 Mei 1926. Bung Karno lahir dan besar di tengah situasi sosial masyarakat Indonesia, Asia, dan Afrika di masa penjajahan Barat. Bung Karno menyaksikan dan mengalami penjajahan di Indonesia dan negara negara Asia-Afrika.
Kesadaran ini yang kemudian membentuk pemikiran Geopolitik Bung Karno yang anti kolonialisme dan imperialisme. Peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di dunia menginspirasi Bung Karno, seperti Jose Rizal tokoh nasional Filipina, Peristiwa kemenangan Jepang atas Rusia, Revolusi Pertama kaum Marxis di St Petersburg, juga pemikiran tokoh dunia seperti, Mahatma Gandhi, Sut Yat Sen, Kemal Pasha Attaturk, kesemuanya membangkitkan spirit dan pematangan konsepsi yang kemudian dibangun oleh Bung Karno.
Saksi sejarah berikutnya adalah Bandung, Ende dan Bengkulu.Di Bandung membentuk organisasi PNI pada 4 Juli 1927 dan juga Bung Karno merumuskan suatu gagasan revolusioner yang disebut Marhaenisme yang diawali pertemuannya dengan seorang petani yang bernama Ki Marhaen di daerah Bandung Selatan, sebagai implementasi pisau analisa Psikologi massa, historis materialisme selain pemahamannya tentang geopolitik.
Di Bandung pula Bung Karno menyampaikan Pledoi (pembelaan) di hadapan sidang pengadilan yang dulu dikenal dengan Landraad. Bung Karno namakan sebagai Indonesia Menggugat. Pledoi yang isinya perlawanan terhadap kapitalisme dan imperialisme pada zamannya tersebut mengguncang dunia. Pasalnya, mampu membuka mata dunia internasional tentang tidak diamnya bangsa-bangsa terjajah dengan perlawanannya terhadap sistem yang diterapkan oleh penjajah yang sangat merugikan khususnya bangsa Indonesia.
Bung Karno, dengan pengetahuan tentang situasi bangsa Indonesia pada era kolonial juga sebagai hasil elaborasi berbagai pemikiran, menyebarkan kesadaran kepada masyarakat mengenai situasi di bawah kolonialisme dan sekaligus menggalang kekuatan massa (machtvorming).
Terlihat dalam pemikiran Bung Karno bahwa cita-cita bangsa Indonesia tidak hanya mencapai kemerdekaan saja, namun juga menciptakan masyarakat Indonesia yang bebas dari kapitalisme dan imperialisme.
Editor : Abdul Basir