get app
inews
Aa Text
Read Next : Dukung Keterbukaan, Bey Dorong Kabupaten/Kota di Jabar Gunakan Teknologi Blockhain

Meski Kasus Tergolong Tinggi, TBC di Jabar Belum Ditetapkan KLB

Sabtu, 10 Juni 2023 | 13:49 WIB
header img
Meski Kasus Tergolong Tinggi, TBC di Jabar Belum Ditetapkan KLB. (Foto: Ilustrasi/Getty Images)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Dinas Kesehatan Jawa Barat (Dinkes Jabar) menyatakan, kasus penyakit Tuberkulosis (TBC) di Jabar mengalami peningkatan sejak 2021.

Menurut Kepala Bidang P2P Dinkes Jabar, Rochady HS. Wibawa, jumlah kasus yang terlaporkan positif TBC dari 27 kabupaten/kota setiap tahunnya meningkat. 

"Untuk kasus baru TBC di Jabar itu semakin lama, semakin meningkat dan kalau kita lihat dari 2021 sekitar 92.000 kasus baru, kemudian 2022 ada 159.000 kasus baru, sedangkan dari Januari - Arpil 2023 ini sudah ada 47.000 kasus baru," kata Rochady, Sabtu (10/6/2023). 

Meski tergolong tinggi, namun kasus TBC di Jabar belum ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Menurut Rochady, status tersebut nantinya bisa ditentukan oleh kepala daerah di kabupaten/kota. 

"TBC tidak darurat, karena kalau darurat itu kan KLB itu semua keputusannya ada di kepala daerah. Tapi setidaknya kita harus waspadai," ungkapnya. 

Rochady menilai, penanganan TBC sendiri tergolong panjang. Selain itu, perawatannya juga tidak bisa dianggap gampang.

Sebab menurutnya, obat-obatan yang dikonsumsi penderita TBC tergolong mahal. Belum lagi soal penularan penyakit ini yang sangat berbahaya. 

"Ini kan menjadi permasalahan sebetulnya, dimana pengobatannya akan lebih lama selama 6 bulan. Teru kalau menular ke anak-anak seperti apa TBC ini," jelasnya.

Rochady menjelasnya, obat TBC itu ada beberapa macam, dua diantaranya ada penderita sensitif obat dan resistance obat. Dijelaskannya, untuk resistance obat ini tidak bisa pakai obat-obat bisa.

"Itu obat mahal, itu satu kali pengobatan bisa sampai Rp250 juta. Satu hari rata-rata obat yang diminum sekitar Rp14 juta. Kalau misalnya itu menjadi dibiayai oleh APBD kayanya APBD juga bisa kehabisan," terangnya.

Rochady mengakui, Pemprov Jabar juga memiliki keterbatasan dalam melakukan tindakan penanganan. Pasalnya, pemerintah kabupaten/kota yang memiliki kebijakan penuh untuk menangani kasus itu karena memiliki wilayah.

Hanya saja, lanjut Rochady, Pemprov Jabar turut membantu memberikan obat di puskesmas. 

"Pemprov kan tidak punya area nah yang punya area itu di kabupaten kota, dan kita mah tinggal mensuport obat-obatan seperti ke puskesmas, kemudian alat-alat pemeriksaan deteksi dini juga agar selalu tersedia," tandasnya.

Editor : Rizal Fadillah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut