JAKARTA, iNewsBandungRaya.id - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengeluarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) terkait aturan golden visa. Hal ini demi menarik orang asing berkualitas untuk berinvestasi di Indonesia.
Peraturan tersebut tertuang dalam Permenkumham Nomor 22 tahun 2023 mengenai Visa dan Izin Tinggal serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 tahun 2023 yang diundangkan pada 30 Agustus 2023 lalu menjadi landasan pemberlakuan kebijakan Golden Visa.
Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim mengatakan, klasifikasi visa ini diperuntukkan orang asing berkualitas yang akan bermanfaat kepada perkembangan ekonomi negara, salah satunya adalah penanam modal baik korporasi maupun perorangan.
“Golden visa adalah visa yang diberikan sebagai dasar pemberian izin tinggal dalam jangka waktu 5 (lima) s.d. 10 (sepuluh) tahun dalam rangka mendukung perekonomian nasional,” ucap Silmy Karim dikutip pada Selasa (5/9/2023).
Untuk dapat tinggal di Indonesia selama 5 tahun, orang asing investor perorangan yang akan mendirikan perusahaan di Indonesia diharuskan berinvestasi sebesar US$ 2.500.000 atau sekitar Rp38 miliar. Sedangkan untuk masa tinggal 10 tahun, nilai investasi yang disyaratkan adalah sebesar US$ 5.000.000 atau sekitar Rp76 miliar.
Sementara itu, bagi investor korporasi yang membentuk perusahaan di Indonesia dan menanamkan investasi sebesar US$ 25.000.000 atau sekitar Rp380 miliar akan memperoleh golden visa dengan masa tinggal tahun bagi direksi dan komisarisnya untuk nilai investasi sebesar US$ 50.000.000 akan diberikan lama tinggal 10 tahun.
Ketentuan berbeda diberlakukan untuk investor asing perorangan yang tidak bermaksud mendirikan perusahaan di Indonesia. Untuk golden visa 5 tahun, pemohon diwajibkan menempatkan dana senilai US$ 350.000 atau sekitar Rp5,3 miliar yang dapat digunakan untuk membeli obligasi pemerintah RI, saham perusahaan publik atau penempatan tabungan/deposito sedangkan untuk golden visa 10 tahun dana yang harus ditempatkan adalah sejumlah US$ 700.000 atau sekitar Rp10,6 miliar.
“Karena kita sasar pelintas yang berkualitas, maka syaratnya lebih berbobot. Semakin lama tinggal di Indonesia, semakin tinggi nilai jaminannya, terutama untuk kegiatan penanaman modal yang bisa sampai sekitar Rp760 miliar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Silmy menjelaskan, bahwa golden visa merupakan amanat dari Presiden Joko Widodo pada saat mengemban tugas sebagai Direktur Jenderal Imigrasi sehingga dijadikan sebagai program prioritas untuk diselesaikan dalam waktu 6 bulan.
Silmy menyebutkan, bahwa waktu 6 bulan tersebut digunakan untuk mengkaji dan merumuskan kebijakan Golden visa, termasuk perubahan peraturan serta mempersiapkan aturan turunannya.
“Dari perubahan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, sampai Peraturan Dirjen. Penyusunan kebijakan golden visa melibatkan banyak kementerian,” sebutnya.
Sebelumnya peraturan keimigrasian Indonesia tidak mengatur visa dengan izin tinggal berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun.
Pemegang golden visa diharapkan dapat menikmati sejumlah manfaat eksklusif dari jenis visa ini. Di antaranya adalah jangka waktu tinggal lebih lama, kemudahan keluar dan masuk Indonesia, serta efisiensi karena tidak perlu lagi mengurus ITAS ke kantor imigrasi.
“Begitu sampai di Indonesia, mereka (pemegang golden visa) tidak perlu lagi mengurus izin tinggal terbatas (ITAS) di kantor imigrasi,” ungkapnya..
Indonesia bukanlah negara pertama yang memberlakukan golden visa. Kebijakan serupa telah lebih dahulu diimplementasikan di berbagai negara maju, antara lain Amerika Serikat, Kanada, Uni Emirat Arab, Irlandia, Jerman, Selandia Baru, Italia dan Spanyol.
“Negara-negara yang telah menerapkan kebijakan Golden Visa merasakan dampak positifnya. Denmark misalnya, berhasil menjadi salah satu negara yang terdepan dalam inovasi. Kemudian Uni Emirat Arab menjadi negara tujuan favorit investor mancanegara," katanya.
Silmy berharap, dengan kebijakan ini ke depannya Indonesia juga akan menerima dampak serupa.
"Apalagi negara kita punya segudang potensi untuk dikelola dan dikembangkan,” pungkasnya.
Editor : Rizal Fadillah