Komponen kedua, tuturnya, pendidikan anak untuk SD, SMP, dan SMA. KIP kuliah. Pemerintah ingin tidak ada lagi anak-anak Indonesia yang putus sekolah akibat ketiadaan biaya, tidak mampu membayar SPP, dan membeli seragam. Tidak boleh lagi ada anak-anak Indonesia buta huruf.
"Walaupun dia anak perempuan, berikan haknya untuk sekolah setinggi-tingginya. Jangan lagi ada pemikiran, keun bae anak istri mah lulus SMP urang kawinken. Ke ge ka dapur, ka dapur oge. Jangan punya pikiran seperti itu lagi," tuturnya.
Apalagi saat ini, undang-undang tidak membolehkan anak di bawah usia 18 tahun dinikahkan. Tidak boleh menikahkan anak dalam usia sekolah.
Karena itu, jaga anak, akhlak dan perilakunya supaya tidak menikah di bawah 18 tahun. Sebab, pernikahan dini itu, awal mula dari kemiskinan.
"Berdasarkan penelitian, orang yang menikah dalam usia yang masih muda, secara psikologi belum siap berumah tangga. Yang terjadi, punya anak, suami tidak bekerja. Puyeng (pusing), pasea (bertengkar), lalu bercerai. Setelah cerai, jadi janda," ucap Kang Ace.
Kang Ace mendorong para orang tua menyekolahkan anak mereka setinggi-tingginya. Tidak boleh ada lagi anak putus sekolah SD dan SMP. Tapi harus selesai minimal SMA. "Keun kolotna mah peupeurihen (prihatin), yang penting anaknya maju," ujarnya.
Karenanya, komponen PKH untuk pendidikan. Bangsa ini akan besar jika dibangun oleh orang-orang yang besar. Orang yang besar itu, orang yang sehat, cerdas. Sudah waktunya kita menjadi bangsa besar.
"Komponen ketiga adalah kesejahteraan lanjut usia (lansia). Tidak boleh ada lagi lansia yang ditelantarkan. Komponen keempat adalah disabilitas. Mereka juga harus mendapatkan perhatian dan pelayanan," ujarnya.
Kang Ace kembali mengingatkan kartu ATM PKH harus dipegang sendiri. Tidak boleh dipegang orang lain. "Apalagi dijaminkan untuk meminjam uang ke bank emok. Tidak boleh," ucap Kang Ace.
Editor : Ude D Gunadi