BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menilai, pelaporan Rektor ITB ke Bareskrim Polri terkait kontroversi aplikasi Sirekap merupakan hal yang biasa.
“Dalam negara demokrasi, suatu pelaporan itu bukanlah hal yang aneh ya, bukan sesuatu yang harus diperdebatkan, kalau dianggap merugikan ada buktinya, tentu siapa pun bisa dilaporkan,” ucap Ujang saat dihubungi, Senin (4/3/2024).
Meski begitu, Ujang menambahkan, dalam pelaporan tersebut harus ada bukti-bukti yang benar, kuat dan valid.
“Tapi jangan mudah melaporkan juga, dalam konteks pelaporan tindak pidana atau tindak apa pun harus ada bukti yang kuat, harus ada bukti yang benar, ada bukti yang valid, sehingga nanti laporannya diverifikasi di pihak berwajib,” jelasnya.
Untuk itu, Ujang memandang perlu adanya langkah audit terlebih dahulu terhadap aplikasi Sirekap sebelum dilaporkan.
“Kalau menurut hemat saya mestinya jangan dilaporkan dulu, diaudit saja dulu, audit investigatif, audit yang benar terkait sistem Sirekap itu,” ungkapnya.
Menurutnya, setelah dilakukan audit nantinya akan ditemukan adanya pelanggaran pidana atau tidak.
“Setelah itu baru akan kelihatan akan ketahuan, kekurangan, kesalahan dari mana, dan dari situlah bisa muncul pelaporan kalau ada tindak pidananya,” tandasnya.
Untuk diketahui, menyusul adanya dugaan Sirekap sebagai sumber kekacauan dan kecurangan Pemilu 2024, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) akhirnya melaporkan Rektor ITB kepada Bareskrim Polri terkait pengembangan aplikasi Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Bukan hanya Rektor ITB, TPDI juga melaporkan ketua hingga komisioner KPU atas dugaan pelanggaran Pemilu 2024.
Koordinator TPDI, Petrus Selestinus menegaskan, pihaknya juga meminta agar Rektor ITB dapat menjelaskan kepada publik, apakah benar aplikasi penghitungan suara cepat dalam sistem rekapitulasi online milik KPU itu dikembangkan oleh ITB.
Terlebih, banyak kejanggalan dan kesalahan pada penghitungan suara cepat di aplikasi tersebut.
"Kemudian, juga karena disebut-sebut bahwa Sirekap itu adalah hasil kerja sama antara KPU dan ITB, maka rektor ITB perlu didengar juga untuk menjelaskan apakah betul Sirekap yang sekarang jadi perdebatan publik itu produk dari ITB," ujar Petrus saat ditemui di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (1/3/2024).
Diketahui, aplikasi Sirekap dikembangkan pertama kali pada 2020 oleh ITB. Pada 2021, KPU membuat nota kesepahaman dengan ITB soal pengembangan teknologi Sirekap.
Saat itu proyek pengembangan aplikasi Sirekap menghabiskan dana senilai Rp 3,5 miliar. Proyek tersebut dikomandoi oleh Wakil Rektor ITB, Gusti Ayu Putri Saptawati.
Proyek yang dijalankan tersebut tak diketahui oleh banyak civitas akademika ITB. Hal tersebut disampaikan oleh seorang dosen ITB. Ia bercerita bahwa tak banyak yang tahu proyek pengembangan aplikasi Sirekap. Dalam proyek itu pula, Gusti Ayu tidak menyertakan ahli kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Editor : Zhafran Pramoedya