BANDUNG BARAT,iNews BandungRaya.id - Persoalan yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat (KBB) begitu kompleks sehingga membuat berbagai kalangan merasa prihatin. Mulai dari permasalahan di birokrasi, korupsi yang telah begitu mengakar, hingga kepala daerahnya yang selalu terjerat kasus hukum.
Ketua Paguyuban Pejuang Peduli Pembangunan Kabupaten Bandung Barat (P4KBB) Yacob Anwar Lewi mengatakan, semestinya di usia Pemda KBB yang akan menginjak usia 17 tahun harusnya menjelma menjadi daerah yang maju.
Namun kenyataannya, semakin bertambahnya usia semakin bertambah pula permasalahan yang terjadi di Pemda KBB. Bahkan baru kali ini Pemda KBB mengalami gagal bayar dan memiliki hutang hingga Rp166 miliar ke pihak ketiga serta sisa hutang ke PT SMI untuk perbaikan jalan.
"Permasalahan di KBB sudah kronis, sangat jauh menyimpang dari cita-cita pemekaran. Makanya kami tidak rela jika ke depan muncul wacana kalau KBB harus dikembalikan lagi ke Kabupaten Bandung sebagai daerah induknya," kata Yacob pada acara syukuran Hari Jadi ke-3 P4KBB sekaligus Hari Jadi ke-17 Pemda KBB di Sekretariat P4KBB, Jalan Cibatu Desa Cilame Kecamatan Ngamprah, Kamis (13/6/2024).
Salah satu tokoh pergerakan dan pendiri KBB ini juga menyoroti bagaimana kepala daerah di KBB selalu tersangkut dengan masalah hukum. Sebelumnya ada Bupati Abubakar, kemudian Bupati Aa Umbara Sutisna, dan terbaru Pj Bupati Arsan Latif.
Terlepas dari persoalannya terjadi dalam kapasitas Arsan Latif sebagai ASN di Kemendagri dan kasusnya di Kabupaten Majalengka, namun tetap saja nama Bandung Barat ikut tercoreng. Pasalnya status tersangka Arsan Latif terjadi saat dirinya menjabat Pj Bupati Bandug Barat.
Hal tersebut harus jadi perhatian ke depan agar jangan sampai kembali terulang. Apalagi momen Pilkada KBB dalam memilih bupati dan wakil bupati sudah di depan mata. Sehingga ini menjadi momentum untuk melahirkan pemimpin di KBB yang bersih dan tidak tersangkut masalah hukum.
"Disinilah tanggung jawab dan peran dari Partai Politik juga diperlukan. Jangan hanya bersikap pragmatis atau berpatokan pada popularitas dan elektabilitas yang tinggi saja. Tanpa menimbang calon pemimpin yang mereka rekomendasikan memiliki track record seperti apa," tuturnya.
Yacob melanjutkan, kemunduran KBB ini menjadi keprihatinan bagi masyarakat. Dimana berbagai program pemerintahan, seperti pembangunan fisik berupa fasilitas umum seperti jalan, irigasi, dan lainnya nyaris tidak ada kegiatan. Gedung DPRD KBB saja tak kunjung dibereskan padahal sudah dibangun dengan anggaran Rp143 miliar.
Maka dari itu pihaknya para tokoh pejuang pemekaran yang tergabung dalam P4KBB merasa memiliki tanggung jawab moral. Bagaimana pun juga harapan perjuangan dulu melahirkan sebuah pemerintahan daerah yang benar-benar memiliki program yang berpihak kepada masyarakat.
Padahal ketika awal KBB berdiri hanya dengan APBD sebesar Rp800 miliar kondisi keuangan pemerintah relatif sehat. Tapi sekarang dengan APBD sebesar Rp3,2 triliun malah mengalami kemunduran. Mestinya dengan APBD yang sekarang jauh lebih maju, rakyat lebih sejahtera, pembangunan terus bertambah maju.
"Birokrasi dan DPRD juga harus ikut bertanggungjawab atas carut marutnya kondisi yang terjadi sekarang ini. Makanya butuh pemimpin KBB yang bisa membenahi birokrasi dan permasalahan lainnya," pungkas Yacob. (*)
Editor : Rizki Maulana