get app
inews
Aa Read Next : Selama 6 Bulan, 120 Peserta Kerja ke Jepang Digembleng Pelatihan Bahasa dan Budaya

Sejarah Micin: Andalan para Emak-Emak di Dapur, Penyedap Rasa yang Penuh Kontroversi 

Rabu, 19 Juni 2024 | 15:17 WIB
header img
Ilustrasi micin. Foto: Istimewa

Melahirkan kontroversi

Ketenaran micin bukan tanpa hambatan. Bahan penyedap rasa ini sering dikaitkan dengan berbagai hal buruk, misalnya membuat bodoh atau sakit. Hal ini mungkin bermula dari tulisan Robert Ho Man Kwok, seorang dokter keturunan China-Amerika di Maryland, AS.

Pada tahun 1968, Kwok menulis sebuah esai ke New England Journal of Medicine tentang sindrom restoran China. Dalam esai tersebut, Kwok menceritakan bagaimana dia mengalami mati rasa di bagian belakang leher yang menyebar hingga ke lengan dan punggung, lemas, dan berdebar-debar setiap kali makan di restoran China.

Ia sempat menduga bahwa penyebabnya adalah kecap dan anggur, tetapi kemudian pilihannya jatuh pada MSG yang digunakan sebagai bumbu pelengkap di restoran China.

Esai tersebut kemudian memicu berbagai penelitian ilmiah mengenai efek micin pada manusia dan hewan.

Apakah tetap aman digunakan?

Pada tahun 1997, diadakan pertemuan konsensus yang membahas apakah micin berbahaya atau tidak. Salah satu yang dibahas adalah tingkat asupan aman micin.

Para peneliti menyatakan bahwa micin dapat diberikan secara terus-menerus pada manusia dalam dosis besar tanpa menimbulkan efek samping. Salah satu contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Bazzano pada tahun 1970.

Dalam temuan Bazzano, micin bisa diberikan hingga dosis 147 gram per hari selama 30 hari atau lebih tanpa menimbulkan efek samping. Berbagai penelitian tentang keamanan micin juga terus dilakukan, termasuk pada tahun 2000 yang melibatkan 130 orang yang mengaku reaktif terhadap MSG.

Para peserta diberi larutan MSG atau plasebo (obat kosong). Jika mereka mengalami satu di antara sepuluh gejala yang ada dalam daftar, mereka akan diuji kembali dengan MSG dalam dosis yang sama untuk melihat konsistensi. Selain itu, peserta juga diuji dengan dosis yang lebih tinggi untuk melihat apakah gejala yang dirasakan meningkat.

Setelah diuji kembali, hanya dua dari 130 orang yang menunjukkan reaksi konsisten terhadap MSG dan bukan plasebo. Namun, ketika diuji dengan MSG dalam makanan, reaksi ini menjadi tidak konsisten dan menimbulkan keraguan pada validitas sensitivitas MSG.

Melihat penelitian-penelitian tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengategorikan MSG sebagai GRAS (Generally Recognized As Safe) atau umumnya diakui aman. Meski demikian, penelitian lebih lanjut tentang micin terus dilakukan.

Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut