BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Belakangan ini, masyarakat Indonesia sedang hangat memperbincangkan film berjudul “Ipar Adalah Maut” yang tayang di bioskop pada 13 Juni 2024. Film ini menyoroti perselingkuhan yang terjadi antara suami dengan adik iparnya.
Film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini membawa penonton dalam suasana amarah, kecewa, hingga sedih. Pasalnya, kisah seperti dalam film "Ipar Adalah Maut" sangat relevan dan kerap terjadi di tengah masyarakat.
Namun tahukan kamu, jika “Ipar Adalah Maut” nyatanya merupakan kutipan dari sabda Rasulullah SAW yang dimuat dalam beberapa kitab hadits.
Dilansir dari laman Muhammadiyah, sebuah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Uqbah bin ‘Amir Ra, Rasulullah SAW bersabda, “إياكم والدخول على النساء” yang artinya adalah “Hati-hatilah kalian dari masuk ke rumah perempuan (tanpa mahram).”
Kemudian hadis tersebut menuliskan bahwa seorang laki-laki dari kaum Anshar bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ipar?” Rasulullah menjawab, “Ipar itu adalah maut” (al-ḥamwu al-mawt).
Maksud dari pernyataan ini sangatlah dalam. Ipar biasanya memiliki hubungan yang dekat dan kerap kali dianggap sebagai bagian dari keluarga. Namun, kedekatan ini tidak boleh disalahartikan sehingga mengabaikan batasan-batasan syariat.
Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Niki Alma Febriana Fauzi pada Senin (24/06), dalam konteks ini, Rasulullah SAW menekankan bahwa saudara ipar, paman/bibi, atau sepupu sekalipun, tidak boleh memasuki rumah perempuan/laki-laki tanpa kehadiran mahram. Walaupun hubungan kekerabatan harus tetap dijaga, keamanan dari fitnah dan godaan juga tetap harus menjadi prioritas utama.
Niki Alma mengutarakan bahwa penggunaan kata “maut” (al-mawt) dalam hadis tersebut menggambarkan betapa seriusnya dampak yang mungkin terjadi. Mengutip pandangan ʿAbd al-Karim al-Khudlayr dalam Syarḥ ʿUmdat al-Aḥkām, Rasulullah mengibaratkan ipar dengan maut karena maut mengakibatkan hilangnya kehidupan, sedangkan masuknya ipar ke rumah tanpa mahram bisa mengakibatkan hilangnya agama seseorang, yang lebih parah daripada maut itu sendiri.
Sebagian ulama juga menafsirkan bahwa “ipar itu adalah maut” atau “al-ḥamwu al-mawt ” karena potensi fitnah yang dapat mengarah pada perbuatan dosa besar, seperti perzinahan. Jika seorang ipar masuk ke rumah seorang perempuan/laki-laki yang sudah menikah tanpa kehadiran mahram, setan bisa menjadi pihak ketiga di antara mereka. Ini bisa menyebabkan perbuatan dosa yang sangat serius dan akhirnya berujung pada hukuman berat, seperti rajam, yang diibaratkan seperti maut.
“Oleh karena itu, menjaga diri dari situasi yang dapat mengarah kepada dosa adalah bentuk pencegahan yang sangat penting,” ucap Dosen Ilmu Hadis Universitas Ahmad Dahlan ini.
Bukan hanya dengan kerabat keluarga, dengan perempuan lain di luar itu juga tidak diperbolehkan untuk berdua-duaan dengan lawan jenis. “Bahaya berkhalwat itu bukan hanya dengan ipar, tapi laki-laki dan perempuan yang bukan mahram secara umum,” terang Niki Alma. Ia mengutip hadis lain, Nabi Saw bersabda: Lā yakhluwanna rajulun bi’imra’atin illā wa ma‘ahā dzū maḥram, artinya: “Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali ada mahram bersamanya.”
Pada kesimpulannya, uraian di atas ini mengingatkan akan pentingnya menjaga batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam. Keberadaan mahram menjadi salah satu upaya untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini sekaligus menunjukkan betapa Islam sangat memperhatikan kehormatan dan keselamatan setiap individu.
Editor : Rizal Fadillah