BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Massa Aliansi Mahasiswa Hukum Bandung (AMHI) menggeruduk Pengadilan Negeri (PN) Bandung dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Senin (12/8/2024).
Mereka menyerukan pihak-pihak berperkara tidak mengintervensi lembaga penegak hukum. Selain itu, AMHI menyuarakan 13 poin tuntutan terkait penegakan hukum.
Koordinator aksi AMHI Rida Fauzia mengatakan, AMHI meminta PN Bandung tidak memihak salah satu pihak dalam kasus yang tengah disidangkan.
"Kami meminta pengadilan tidak diintervensi pihak berperkara. Kami tidak mengintervensi pengadilan negeri atau kejati. Kami hanya menuntut sidang salah satu perkara yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, di tuntaskan secepatnya dan tidak ada intervensi kepada hakim atau jaksa," kata Rida.
Rida menyatakan, pengadilan harus mendengar tuntutan mahasiswa. "Kami menuntut PN Bandung mempercepat hasil persidangan tanpa memihak siapa pun. Mahasiswa peduli hukum. Kami menduga ada intervensi terhadap hakim dan jaksa. Karena kasus penipuan dan penggelapan yang disidangkan berlarut-larut," ujarnya.
"Jika pengadilan tidak mendengarkan tuntutan kami, misalnya besok saat putusan sidang masih sama, kami akan melakukan lagi aksi seperti ini," tutur Rida.
Dalam aksinya, mahasiswa diterima pihak PN Bandung untuk audiensi. "Tadi dalam audiensi kami menyampaikan 13 poin tuntutan. Kami Aliansi Mahasiswa Hukum Indonesia hanya untuk menuntut bahwa semua hukuman seadil-adilnya," ucapnya.
Seusai unjuk rasa di PN Bandung, AMHI mendatangi Kejati Jabar. Saat orasi di depan gedung Kejati Jabar, massa diterima audiensi. Lima perwakilan AMHI berdialog dengan Kepala Seksi Intel Kejati Jabar Demianus Eckhart Palapia.
Berikut 13 Tuntutan AMHI:
1. Meminta hakim dan bekerja sesuai Undang-Undang Peradilan Hukum yang adil kepada korban.
2. Meminta hakim dan jaksa menjalankan koridor hukum sesuai hukum acara agar tidak ada intervensi dari pengacara yang menjadikan pembiasan pokok perkara terpidana menjadi terdakwa.
3. Menghargai segala proses hukum yang sedang berjalan dan mendukung transparansi dalam persidangan kasus terdakwa dengan Nomor Perkara: 312/Pid.B/2024/PN Bdg.
4. Dalam persidangan, sikap walk out secara tidak langsung mengajarkan kepada masyarakat untuk melawan hukum dan menimbulkan mafia hukum baru.
5. Agar hakim dan jaksa mengeluarkan surat penetapan tersangka baru dalam pelanggaran sidang yang sedang berlangsung yang dilakukan tersangka/terdakwa.
6. Menggiring massa ke dalam persidangan dengan membawa simbol dan perangkat aksi adalah bentuk pelanggaran berat, sama dengan mengintervensi hukum dan aparat penegak hukum serta lembaga peradilan.
7. Agar terdakwa menjalankan segala proses hukum yang berlaku di Indonesia, karena pada dasarnya seluruh masyarkat di Indonesia wajib mengikuti hukum yang berlaku.
8. Menentang keras perilaku terdakwa yang berlindung di balik isu perempuan dan melibatkan atau menyeret masyarakat yang tidak tahu menahu dalam persoalan tersebut.
9. Mendorong hakim dan jaksa memutuskan hukuman berat dan memberi sanksi terhadap pengacara yang melanggar mekanisme proses persidangan dan mempermainkan hukum yang berlaku untuk dicabut praktik izin beracaranya.
10. Mendorong aparat penegak hukum untuk memberantas mafia hukum sampai ke akar-akarnya.
11. Menentang keras oknum yang mempermainkan hukum dengan cara mempermainkan persidangan dan mengintervensi hakim dan jaksa serta aparat kepolisian.
12. Menghambat proses jalannya acara persidangan adalah bentuk pemufakatan jahat.
13. Menuntut Hotma Sitompul diberikan hukuman penjara dan sanksi dari pengadilan atau badan pengatur profesi hukum selaku pengacara terdakwa yang telah membuat gaduh di dalam persidangan Pengadilan Negeri Bandung dan telah melakukan penghinaan terhadap pengadilan atau pelanggaran terhadap etika profesi hukum.
Mahasiswa menyatakan, hal tersebut tertuang dalam:
1. Pasal 217 KUHP
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHPer)
Editor : Ude D Gunadi