BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Bakal Calon Gubernur (Bacagub) Jawa Barat 2024 dari Partai Gerindra, Dedi Mulyadi menyoroti permasalahan sosial yang ada di Kota Bandung. Sebagai etalase Jawa Barat, dia ingin problem sosial di Kota Bandung diselesaikan.
Hal itu diungkapkan Dedi Mulyadi dalam acara KDM Menyapa Jawa Barat Istimewa di Lapangan Tegallega, Kota Bandung, pada Minggu (18/8/2024) malam. Acara ini pun dihadiri oleh puluhan ribu warga dari berbagai daerah.
"Sebenarnya bukan sindiran ya, kan ada problem-problem sosial di Bandung yang harus segera diselesaikan. Yaitu problem kemiskinan, masih banyak anak-anak terlantar. Di jalan masih banyak orang yang minta-minta, kemudian masih banyak orang gila di pinggir jalan," ucap Dedi.
"Kota ini merupakan ibu kota provinsi. Artinya sebuah etalase bagi sebuah peradaban di Provinsi Jawa Barat," lanjutnya.
Menurutnya, seluruh permasalahan sosial di Kota Bandung ini dapat diselesaikan dengan alokasi anggaran, baik di provinsi maupun Kota Bandung, yang nantinya tidak berfokus pada pembangunan infrastruktur namun juga untuk menyelesaikan problem sosial.
"Bagaimana alokasi anggaran provinsi, alokasi anggaran kota itu harus diarahkan juga selain menyelesaikan infrastruktur yang harus kita selesaikan secara tuntas juga harus menyelesaikan problem sosial itu misalnya kayak tadi anak-anak naik ke panggung gitu kan bapaknya badut, ibunya kan jualan tapi anaknya berdagang," tuturnya.
"Segera problem ini diselesaikan nanti kita ingin melihat ke depan perempatan itu bersih dari berbagai orang yang ngelap kaca segala macam kan itu cermin etalase peradaban," tambahnya.
Selain problem sosial, Dedi Mulyadi juga menyoroti pembangunan-pembangunan yang merusak lingkungan khususnya gunung. Sebab, mantan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI itu ingin menjaga Kota Bandung tetap teduh dan dingin.
"Hutan di sekitar kita jangan terlalu tergoda oleh perkembangan pembangunan yang ditandai oleh semakin kuatnya pemukiman atau semakin kuatnya area-area perdagangan. Kita harus berpikir juga, Bandung harus tetap bersih, Bandung harus tetap teduh, Bandung harus tetap dingin," katanya.
"Maka gunung-gunung nggak boleh gundul karena ke depan bisa jadi ancaman kalau tidak segera dihijaukan. Makanya seluruh peradaban yang dibangun oleh kita serba berbeton, serba dianggap kemajuan pembangunan, kalau ada musibah, selesai itu semua," sambungnya.
Oleh karena itu, mantan Bupati Purwakarta dua periode itu mendorong pemerintah dan BUMN untuk tidak memberikan izin kerja sama kepada pihak yang tidak memiliki kualifikasi dalam mengelola kawasan hutan dan perkebunan.
"Sehingga nanti harus terintegrasi. Terintegrasi dari mana? Kota Bandung, Lembang, Subang, Ciater, segala macam. Coba lihat hari ini. Dari mulai Kota Bandung ke Lembang bagaimana situasi lingkungannya. Sekarang saya lakukan otokritik misalnya. Di kawasan Ciater itu, BUMN ini memberikan KSO. KSO-nya terlalu sembarangan," terangnya.
"Jadi misalnya orang yang tidak punya kualifikasi pariwisata yang memadai dikasih KSU pengelolaan areal kebun teh. Nah kalau kebun tehnya hilang maka kesan indah menuju lembang itu hilang," lanjutnya.
Sebab menurutnya, keberadaan kebun teh ini bukan hanya sekedar untuk memproduksi saja namun juga ada konservasi yaitu untuk menjaga kawasan Tangkuban Parahu dari bencana longsor.
"Jadi Belanda membuat itu tuh hitungannya kuat. Karena akar teh itu menancap ke tanah dan banyak akarnya. Nah itu disebutnya sabuk hijau. Nah jadi bukan hanya sekedar berpikir, oh teh rugi babat. Bukan begitu. Ketika dibabat jadi apa? Setelah itu lagi. Sekarang ribut lagi kan disitu. Penambangan batu," paparnya.
Oleh karena itu, kedepan pemerintah harus bisa memilah sesuai dengan segmentasinya masing-masing.
"Ke depannya kita harus konsisten mana daerah gunung, mana daerah penambangan, mana daerah industri, semuanya harus dipilah dibuat segmentasi masing-masing. Karena ketika satu segmen numpuk pada sebuah wilayah yang terjadi adalah kekacauan bukan rahmatan lil'alamin tapi saling bunuh," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah