JAKARTA, iNewsBandungRaya.id - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengingatkan soal dua aspek terkait rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka yang akan menambah jumlah kementerian pada periode 2024-2029.
Hal itu disampaikan Ketua PBNU, KH Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil usai Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah di Gedung PBNU, Kramat Raya 164, Jakarta Pusat.
"Kita menghormati hak Pak Prabowo menggunakan hak preogratifnya ini. Tetapi kita juga berharap kabinet yang tersusun nanti, kabinet yang bisa memenuhi dua aspek," ucap Gus Ulil dikutip NU Online, Selasa (8/10/2024).
Gus Ulil mengatakan bahwa penyusunan kementerian pada kabinet Prabowo-Gibran sebetulnya adalah hak prerogratif Presiden dan Wapres terpilih 2024-2029.
"Prinsip pertama dalam penyusunan kabinet itu adalah bahwa ini hak preogratif dari pemerintahan atau presiden baru yang terpilih yaitu Pak Prabowo Subianto," ungkapnya.
Aspek pertama yang diingatkan Gus Ulil adalah soal kapasitas bagi seseorang yang akan ditunjuk sebagai menteri. Orang-orang yang memiliki kapasitas harus diprioritaskan oleh Prabowo-Gibran.
Menurutnya, meritokrasi sangat penting bagi keberlangsungan negara. Ia menjelaskan, meritokrasi adalah sistem yang memberikan penghargaan, pengakuan, dan promosi kepada individu berdasarkan prestasi dan keunggulan manusia. Inilah yang perlu diutamakan.
"Kemampuan dari tokoh-tokoh yang dipilih di dalam kabinet mendatang, sehingga harus bisa mendukung sepenuhnya dan capable untuk melaksanakan program-program strategis nasional yang dirancang oleh Pak Prabowo karena saya tahu Pak prabowo punya program-program ambisius sekali dan kami mendukung," terangnya.
"Kita senang pemimpin punya visi seperti itu, karena kalau kita ingin besar maka harus punya mimpi yang besar juga. Tentu juga Pak Prabowo harus bisa memilih orang-orang yang mampu mendukung mimpinya itu jadi aspek meritokrasi penting," tambahnya.
Sementara pada aspek kedua, Gus Ulil mengingatkan agar Kabinet Prabowo-Gibran dapat menampung orang-orang dari kementeriannya nanti dari aspek akomodasi politik. Karena menurutnya penyusunan kementerian negara disusun di dalam ruang-ruang politik.
"Ada kekuatan-kekuatan sosial politik yang harus dipertimbangkan. Jadi, dalam proses penyusunan kabinet di Indonesia selama ini tidak bisa sepenuhnya diserahkan kabinet. Kerja ya yang bisa. Jadi, zaken kabinet juga mempertimbangkan aspek-aspek politik, sosial politik, dan lain-lain," tandasnya.
Diketahui, saat ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008. Pada Pasal 15 sebelumnya diatur bahwa jumlah kementerian yang dapat dibentuk presiden maksimal 34 menjadi sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan negara.
Editor : Rizal Fadillah