JAKARTA, iNewsBandungRaya.id -Hasil penelitian terbaru Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) memunculkan kekhawatiran serius terkait masa depan generasi muda Indonesia. Studi ini menemukan fakta bahwa kekurangan gizi, terutama zat besi pada anak-anak Sekolah Dasar (SD) berpotensi besar menurunkan kemampuan memori kerja (working memory) yang merupakan kunci penting dalam proses belajar di sekolah.
Berdasarkan temuan itu, anak-anak yang mengalami kekurangan zat besi dan berisiko anemia, kurang energi, dan berperawakan pendek, memiliki peluang tiga kali lebih tinggi untuk mengalami gangguan memori kerja dibandingkan anak-anak yang mendapatkan asupan gizi cukup.
Kondisi ini bisa menjadi masalah besar dalam jangka panjang, terutama bagi kualitas pendidikan dan perkembangan kognitif anak.
Direktur Eksekutif FKI Prof Nila F Moeloek mengatakan, temuan ini harus menjadi perhatian utama pemerintah dan masyarakat.
"Gangguan memori kerja dapat berdampak luas pada kemampuan belajar anak di sekolah, mulai dari mengikuti instruksi guru, memproses informasi, hingga menghafal pelajaran. Jika tidak diatasi, kita menghadapi generasi yang berisiko tertinggal," kata mantan Menteri Kesehatan (Menkes) ini.
Sementara itu, Dr Ray Wagiu Basrowi, peneliti utama dari FKI, mengatakan, anak-anak pengidap anemia menunjukkan performa akademik jauh lebih rendah dibandingkan anak-anak sehat.
Dalam studi tersebut, hampir 30 persen anak SD pengidap anemia mengalami penurunan kemampuan memori kerja yang berpengaruh langsung pada prestasi akademik mereka.
"Anemia akibat kekurangan zat besi berdampak pada penurunan kemampuan otak untuk menyerap informasi, berpikir secara logis, dan berpartisipasi aktif di kelas. Jika jumlah anak yang mengalami kondisi ini terus bertambah, dampaknya akan sangat besar bagi masa depan pendidikan kita," kata Dr Ray.
Masalah Gizi Makro: Anak SD Tidak Cukup Makan Selama Sekolah
Penelitian ini juga menunjukkan masalah gizi makro menjadi salah satu faktor utama. Sebanyak 28 persen anak SD dalam penelitian tersebut mengalami kekurangan energi, sementara 63 persen anak kekurangan karbohidrat.
"Banyak anak yang tidak cukup makan selama jam sekolah, yang menyebabkan mereka kekurangan energi untuk belajar. Ini adalah masalah serius yang mempengaruhi kemampuan otak mereka," kata Prof Nila.
Tidak hanya mengancam sektor pendidikan, kekurangan gizi juga memiliki dampak luas pada aspek ekonomi dan sosial. Anak-anak yang gagal mencapai potensi penuh mereka karena kekurangan gizi akan kesulitan bersaing di dunia kerja di masa depan.
"Apa yang kami temukan saat ini adalah tanda bahaya. Jika tidak segera mengambil tindakan, kita akan menciptakan generasi yang terjebak dalam siklus kekurangan gizi dan prestasi rendah," ujar Dr Ray.
Program Gizi Berkelanjutan di Sekolah
Solusi mendesak yang diusulkan oleh penelitian FKI ini adalah penerapan program gizi berkelanjutan di sekolah-sekolah dasar. Para peneliti menegaskan bahwa program pemberian makan siang bergizi dan edukasi gizi di sekolah harus menjadi prioritas nasional.
"Setiap anak yang tidak mendapatkan gizi yang cukup selama masa tumbuh kembangnya berarti kita kehilangan masa depan yang berharga," tegas Prof. Nila.
Dalam kesimpulannya, studi ini menyerukan pentingnya kesadaran nasional akan masalah gizi anak-anak dan perlu tindakan segera untuk mengatasi ancaman terhadap masa depan generasi penerus. Gizi yang cukup bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga soal masa depan pendidikan dan kemajuan bangsa.
Editor : Ude D Gunadi