BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat dari Fraksi PKB, H Maulana Yusuf Erwinsyah menyoroti anggaran pendidikan Jabar tahun 2025 yang dibahas dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2025.
Adapun Rapenda APBD tersebut sudah digelar dengan dihadiri seluruh anggota Komisi V DPRD Jabar, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Dinas Pendidikan berikut para KCD Pendidikan Wilayah I sampai XIII se-Jawa Barat.
Maulana Yusuf mengatakan, dalam rapat itu, dibahas di antaranya rencana program kegiatan, anggaran, berikut target sasaran anggaran.
Maulana Yusuf mengatakan, dalam pertemuan itu disebutkan jika anggaran pendidikan termasuk dalam Mandatory Spending, yakni belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang.
"Tujuan mandatory spending sendiri adalah untuk mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah," katanya, Jumat (1/11/2024).
Bunyi dari Mandatory Spending tersebut, yaitu minimal alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN maupun APBD sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4) dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1).
Kemudian dipertegas dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan.
Maulana Yusuf mengungkapkan, dalam dokumen pembahasan Ranperda Jawa Barat tentang APBD tahun Anggaran 2025, disebutkan APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2025 sebesar Rp 30.354.044.616.277.
Jika mengacu pada peraturan pendanaan pendidikan seperti telah disebutkan sebelumnya, maka 20% dari APBD Jawa Barat adalah Rp 6.070.808.923.255.
Sedangkan dalam dokumen Rancangan APBD tahun Anggaran 2025, kata Maulana Yusuf, tertera alokasi anggaran untuk Dinas Pendidikan sebesar Rp 11.319.487.206.114 yang secara persentase mencapai 37% dari APBD Jawa Barat tahun 2025
"Sepintas seperti tidak ada yang salah, tidak hanya terpenuhi tuntutan sebesar 20% bahkan lebih 17%," katanya.
"Tapi ingat, bahwa alokasi 20% itu bukan hanya untuk daerah saja, tapi anggaran pusat juga atau APBN. Penggunaan atau pembelanjaan keuangan negara dalam hal ini APBN bisa menjadi salah satu sumber pendapatan keuangan Daerah atau APBD (Dana Transfer dari Pusat ke Daerah)," tuturnya.
Transfer dari Pusat ke Daerah
Sedangkan jenis dana transfer dari Pusat ke Daerah itu yaitu DAK (Dana Alokasi Khusus) dan DAU (Dana Alokasi Umum), yang keduanya ada bagian yang diatur penggunaannya salah satunya oleh aturan Mandatory Spending
"Termasuk APBD Jawa Barat tahun 2025, yang sebesar Rp 30,35 triliun, itu menjadi salah satu sumber pendapatan (uang masuknya) adalah dari pusat atau APBN, baik itu jenisnya DAU atau DAK, yang ditentukan penggunaannya maupun tidak," kata Maulana Yusuf.
Ia mengungkap dalam data lain ditemukan bahwa transferan dana dari Pemerintah Pusat untuk Jawa Barat yang terikat dengan pendidikan (ditentukan penggunaanya untuk pendidikan) adalah sebagai berikut:
1. DAU untuk Pendidikan Rp 317.639.947.000
2. DAK Fisik untuk Pendidikan Rp 127.831.750.000
3. DAK Non Fisik untuk Pendidikan, tepatnya BOSP (Bantuan Operasional Satuan Pendidikan) yang terbagi dua:
a. Bantuan Operasional Sekolah (Bos) Reguler: Rp 3.207.655.340.000
b. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kinerja: Rp 48.957.732.000
Total BOSP Rp 3.256.613.072.000
4. Tunjangan Guru ASN Daerah
a. Tunjangan Profesi Guru Rp. 1.539.123.732.000
b. Tambahan Penghasilan Guru Rp. 6.415.500.000
Total Tunjangan Guru Daerah Rp 1.545.539.232.000
Anggaran Harus di Luar Gaji
Dengan begitu, total keseluruhan dana yang diterima mencapai Rp 5.247.623.951.000.
"Artinya, dana transferan dari pemerintah pusat sebesar Rp 5.247.623.951.000 itu tanpa harus dialokasikan penggunaannya untuk pendidikan oleh Pemprov Jabar, sudah menjadi kewajiban peruntukannya untuk pendidikan," tegasnya.
Maka, lanjut Maulana Yusuf, rumus terpenuhi atau tidaknya amanat 20% anggaran pendidikan di Jawa Barat seharusnya adalah jumlah anggaran Dinas Pendidikan tahun 2025 sebesar Rp 11.319.487.206.114 dikurangi dahulu oleh peruntukan khusus dari pemerintah pusat sebesar Rp 5.247.623.951.000 menjadi Rp 6.071.863.255.11
"Sedangkan tadi, 20% dari APBD adalah Rp 6.070.808.923.255, maka hasilnya ada kelebihan mencapai 1.054.331.859," ujarnya.
Maulana Yusuf juga mengungkit adanya perdebatan terkait Mandatory Spending ini, khususnya jika membandingkan dengan aturan anggaran untuk kesehatan.
Dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pada Pasal 171 Poin (2) bahwa "Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji".
"Nah, yang jadi perdebatan adalah kalimat 'di luar gaji'. Maka banyaklah pendapat yang melihat bahwa 20% anggaran daerah untuk pendidikan pun harus di luar gaji, khususnya gaji ASN non guru," ujar dia.
"Yang jadi pertanyaan, apakah Rp 6.070.808.923.255 anggaran pendidikan ini jika dikurangi gaji ASN non guru masih sampai di 20%?" tanya dia.
Editor : Rizal Fadillah