"Untuk tindak pidana oplos pupuk, polisi menerapkan Pasal 106, Pasal 107, Pasal 110 UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang," tutur Kabid Humas.
Berdasarkan pasal itu, kata Kombes Jules, pelaku diancam pidana 5 Tahun atau denda Rp50 miliar. Kemudian, polisi juga menjerat pelaku dengan Pasal 6 Ayat 1 Huruf B Jo Pasal 1 Ke 3e UU Darurat No 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntut Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Pelaku diancam pidana 6 bulan penjara atau denda paling banyak Rp50.000.
Pelaku pengoplos pupuk, dijerat Pasal 34 (3) Permendag No 4 Tahun 2023 Tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian; Pasal 2 (3) Permentan No 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi Dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian; Pasal 2 (6) huruf b Perpres No 59 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perpres No 71 Tahun 2015 tentang Penetapan Dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Dan Barang Penting dan Pasal 110 Jo Pasal 36 Undang-undang RI No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pelaku diancam pidana 5 tahun penjara atau denda paling banyak Rp5 miliar.
Untuk tindak pidana migas, polisi menerapkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dalam Pasal 40 Angka 9 Undang-Undang R.I. Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Pelaku menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan/atau Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang disubsidi pemerintah.
"Berdasarkan peraturan itu, pelaku diancam pidana 6 tahun penjara atau denda Rp60 miliar," ucap Kombes Jules.
Editor : Ude D Gunadi