BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Perilaku dan kebijakan seorang pemimpin tidak hanya berdampak pada kesejahteraan rakyatnya, tetapi juga dapat memengaruhi terhadap lingkungan dan hasil alam di wilayah yang dipimpinnya.
Hal ini tergambar dalam kisah Raja Anusyarwan, seorang pemimpin yang dikenal adil, namun pernah berniat menaikkan pajak.
Imam Ghazali dalam kitab Tibrul Masbuk fi Nashihatil Muluk, (Beirut, Darul Kutubil Ilmiyah, 1409 H: 67-68) mengisahkan, suatu hari Raja Anusyarwan keluar istana untuk berburu. Saat masuk hutan dan mulai mengejar binatang buruan, ia terpisah dari para pengawalnya.
Beberapa saat kemudian ia merasa kehausan, pada saat yang sama, ia juga melihat desa kecil yang jaraknya tidak terlalu jauh. Tanpa berpikir panjang, dia pun segera menuju desa tersebut untuk meminta air minum kepada penduduk setempat.
Sampailah raja pada salah satu rumah penduduk. Mengetahui ada seseorang di luar rumahnya, seorang gadis pun keluar dan langsung mengenali bahwa orang tersebut adalah Raja Anusyarwan.
Setelah melihat raja, ia kembali ke rumah lalu memotong sebatang tebu, memeras airnya yang manis, mencampurnya dengan air, menuangkannya ke dalam sebuah gelas, lalu memberikannya kepada raja.
Saat akan meneguk minuman, raja melihat ada sedikit lumpur yang bercampur dalam air tebu itu. Ia pun meminumnya dengan perlahan sampai habis. Usai dahaganya hilang, raja berkata pada gadis tersebut.
“Air yang nikmat, andai saja tidak ada lumpurnya yang mengganggu," ucap sang raja.
Gadis itu kemudian mengatakan bahwa ia sengaja menambahkan lumpur pada minuman tersebut. Raja pun terkejut mendengar ucapan gadis itu dan menanyakan alasannya.
“Aku melihat engkau sangat kehausan. Jika air ini bersih tanpa lumpur, engkau pasti akan meminumnya dalam satu tegukan, itu bisa membahayakanmu," jawab gadis itu yang membuat Raja Anusyarwan kagum dengan kecerdasannya.
Raja mulai penasaran dengan racikan air tebu tersebut, dia pun menanyakan jumlah tebu yang diperas untuk menghasilkan minuman segar itu.
"Berapa batang tebu yang kamu peras untuk menghasilkan minuman segar ini?" tanya raja.
"Hanya sebatang tebu," jawab gadis singkat.
Raja pun terkejut sekaligus senang karena hal ini menandakan tanah yang subur sehingga bisa menumbuhkan tebu yang berkualitas. Kondisi ini membuat hati raja tergerak untuk merencanakan kenaikan pajak di wilayah tersebut.
Setelah dahaganya hilang dan badannya kembali segar, Raja Anusyarwan kembali pulang ke istana untuk membahas soal kenaikan pajak di daerah yang baru saja ia kunjungi.
Beberapa waktu kemudian, Raja Anusyarwan kembali mengunjungi desa tersebut. Ia mendatangi rumah yang sama untuk meminta air minum sebagaimana dilakukan sebelumnya.
Melihat kedatangan raja, gadis itu keluar menyambutnya dengan ramah lalu masuk ke rumah untuk menyiapkan minuman. Namun, kali ini gadis itu berada di dalam rumah cukup lama, tidak secepat seperti sebelumnya.
"Kenapa kamu begitu lama di dalam?" tanya raja yang cukup lama menunggu gadis itu keluar.
Gadis itu menjawab bahwa saat ini kualitas tebu menurun, sehingga ia membutuhkan beberapa batang tebu untuk menghasilkan minuman itu.
"Aku telah memeras tiga batang tebu, tetapi jumlah air yang dihasilkan tidak sebanyak dulu," jawab gadis itu sambil menyerahkan segelas minuman tebu.
"Kira-kira apa penyebabnya bisa sampai demikian?" tanya raja penasaran.
Gadis itu kemudian menjawab, hal ini terjadi karena pengaruh dari niat penguasa yang memengaruhi terhadap alam di wilayah kekuasaannya.
"Penyebabnya adalah karena perubahan niat sang raja. Biasanya, jika niat seorang penguasa berubah terhadap rakyatnya, maka keberkahan alam akan hilang dan hasilnya pun bisa berkurang," jawab gadis itu.
Raja Anusyarwan tersenyum mendengar penjelasan gadis itu karena rencananya sudah diketahui dan dirasakan oleh rakyatnya. Ia pun akhirnya membatalkan niatnya untuk menaikkan pajak.
Tidak hanya itu, Raja Anusyarwan pun menikahi gadis tersebut karena merasa terkesan dengan kecerdasannya dan kefasihan bicaranya.
Kisah yang disampaikan oleh Imam Ghazali ini mengingatkan para penguasa agar bersikap hati-hati dan peka terhadap kehidupan rakyatnya. Seorang pemimpin yang adil dan bijaksana akan membawa keberkahan bagi rakyat dan wilayah yang dipimpinnya.
Sebaliknya, niat yang tidak baik, misalnya dengan menaikkan pajak, dapat menghilangkan keberkahan dan merusak harmoni alam, sebagaimana tergambar dalam kisah ini.
Demikian pula dengan jeritan dan kesedihan masyarakat akibat kebijakan penguasa yang memberatkan, hal ini bisa membawa energi negatif yang berdampak pada lingkungan.
Dalam dimensi spiritual, hal ini dapat mengurangi keberkahan dan kesuburan alam. Jika sudah demikian tentu hal ini akan memengaruhi terhadap siklus perekonomian negara. Wallahu a'lam.
Editor : Rizal Fadillah