UAH Bongkar Makna Mendalam Gerakan I’tidal dalam Sholat
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2024/11/12/fb28a_ustadz-adi-hidayat.jpg)
BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Setiap gerakan dalam sholat memiliki makna yang mendalam, yang dapat memperkuat hubungan seorang hamba dengan Allah. Salah satu gerakan yang sering kali kurang diperhatikan adalah i’tidal, yaitu berdiri tegak setelah rukuk.
Ustadz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan bahwa i’tidal bukan sekadar transisi antara rukuk dan sujud. Di dalamnya terdapat rahasia besar yang mengandung doa serta janji dari Allah bagi hamba-Nya.
“Karena ada hikmah, ada rahasia dalam i’tidal. Apa rahasianya? Ketika rukuknya benar, ada bacaan yang dibimbing oleh Nabi untuk meminta ampun kepada Allah dalam berdirinya, dan Allah langsung membalas,” ujar UAH dikutip dari YouTube @audioceramah, Jumat (7/2/2025).
Pada gerakan i’tidal, seorang hamba mengucapkan kalimat Sami’allahu liman hamidah, yang berarti "Allah mendengar siapa saja yang memuji-Nya." Kalimat ini bukan sekadar ucapan, melainkan sebuah bentuk keyakinan bahwa segala doa yang dipanjatkan akan sampai kepada Allah.
Menurut UAH, ketika seseorang rukuk dengan benar, ia telah menunaikan perintah Allah dengan penuh kepasrahan. Dalam rukuk, seorang hamba memuji dan merendahkan diri di hadapan-Nya. Saat bangkit dari rukuk menuju i’tidal, momen tersebut menjadi saat di mana Allah membalas segala pujian dan permohonan yang telah disampaikan.
“Allah langsung balas dengan bahasa, ‘Apa yang kau minta sepenuh langit, sepenuh bumi, atau sepenuh keduanya? Apapun yang engkau minta, aku kabulkan sekarang sepanjang itu kebutuhan dunia dan akhirat,’” jelasnya.
Ucapan Sami’allahu liman hamidah bukan hanya sekadar ritual, melainkan pengakuan bahwa Allah mendengar dan merespons segala doa yang dipanjatkan dalam rukuk.
Dalam posisi tegak setelah rukuk, seorang muslim diajak untuk menyadari bahwa setiap permohonan yang disampaikan tidak pernah sia-sia. Setelah mengucapkan Sami’allahu liman hamidah, seorang muslim disunnahkan untuk membaca Rabbanaa wa lakal hamd, yang berarti “Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala pujian.”
Dengan menghayati makna i’tidal, seseorang akan menyadari betapa dekatnya dirinya dengan Allah. Doa-doa yang telah dipanjatkan sebelumnya, baik dalam sujud maupun rukuk, tidak pernah diabaikan.
Ustadz Adi Hidayat menggambarkan i’tidal sebagai momen puncak dalam komunikasi antara hamba dengan Tuhannya.
“Ya Allah, Engkau pasti dengar curhat aku tadi dalam rukukku. Engkau pasti dengar pujianku yang aku berikan padamu,” tuturnya.
Dalam posisi ini, seorang hamba seharusnya merasakan keyakinan penuh bahwa Allah benar-benar mendengar setiap curahan hati.
Jika selama rukuk seorang hamba berserah diri sepenuhnya, maka dalam i’tidal ia kembali berdiri dengan penuh harapan bahwa doanya akan dikabulkan.
UAH mengingatkan bahwa pemahaman yang benar terhadap i’tidal dapat meningkatkan kekhusyukan dalam sholat. Tidak sekadar berdiri, tetapi juga memahami bahwa pada saat itu Allah sedang memperhatikan dan mendengarkan.
Editor : Zhafran Pramoedya