DP3AKB Jabar Dorong Kolaborasi Pembangunan Keluarga Ramah Perempuan dan Anak
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2025/02/15/25c91_dp3akb.jpg)
BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA.ID-- Program pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan pembangunan keluarga hanya akan berhasil manakala para pemangku kepentingan berkolaborasi untuk mewujudkannya. Kolaborasi dilakukan melalui perencanaan, pengusulan dalam rencana pembangunan daerah, dan penyepakatan implementasi. Itulah yang kemudian menjadikan sinkronisasi perencanaan program menjadi sebuah keniscayaan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat Siska Gerfianti menegaskan hal itu saat menyampaikan laporan penyelenggara kegiatan Forum Perangkat Daerah Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) yang berlangsung di Auditorium Smart Building Universitas Komputer Indonesia (Unikom), Jalan Dipati Ukur, Kota Bandung, pada Kamis, 13 Februari 2025.
Forum ini mempertemukan unsur Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan perangkat daerah yang membidangi PPPA dan PPKB kabupaten dan kota se-Jawa Barat.
“Kegiatan ini memiliki tiga tujuan utama. Pertama, sinkronisasi rencana kegiatan/program antara provinsi dengan 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat. Kedua, menyeleraskan usulan dengan rencana pembangunan daerah dan nasional. Ketiga, membangun komitmen bersama untuk mewujudkannya sebagai program unggulan daerah. Karena itu, kegiatan ini menghadirkan unsur pemerintah pusat, perangkat daerah yang membidangi perencanaan daerah, dan kabupaten/kota,” ungkap Siska.
“Keterlibatan seluruh sektor menjadi penting, terutama perangkat daerah di provinsi dan kabupaten/kota yang bersinergi dengan pemangku kebijakan di tingkat pusat. Kami berharap isu-isu seputar pembangunan keluarga ini dapat diselesaikan bersama demi Jawa Barat Istimewa,” Siska menambahkan.
Siska merinci selusin kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan sepanjang 2025 yang diharapkan dapat bersinergi dengan segenap pemangku kepentingan di Jawa Barat. Kegiatan tersebut di antaranya raihan predikat Provinsi Layak Anak, Puspaga Ramah Anak, Anugerah Parahita Ekapraya Tingkat Mentor, Sekolah Perempuan Jawa Barat di Kabupaten/Kota, Konseling Pranikah, Penguatan Sekolah Politik Perempuan, Stopan Jabar, dan lain-lain.
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak Veronica Tan yang hadir secara daring secara khusus menyorori berbagai masalah seputar isu keluarga di Jawa Barat, seperti tingginya angka perkawinan anak dan perceraian.
Dia berpesan agar program PPPA dan PPKB di Jawa Barat lebih reponsif pada kesetaraan gender dan pembangunan keluarga. Semua itu bisa dilakukan melalui kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, serta masyarakat.Veronica menegaskan bahwa pembangunan keluarga merupakan proses panjang sekaligus sangat krusial untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Menurutnya, deretan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak lepas dari cara berpikir masyarakat. Karena itu, perlu perubahan cara berpikir (mindset) dalam keluarga itu sendiri. Dan, agenda besar itu tidak bisa dilakukan sendirian, melainkan butuh kolaborasi semua pihak.
“Saya menemukan kasus adanya keluarga di Jawa Barat, di mana seorang perempuan memiliki 14 anak. Saya berpikir empat anak saja sudah banyak. Ini bagaimana dengan 14 anak. Bagaimana memenuhi kebutuhan gizinya, bagaimana pengasuhannya, dan seterusnya. Belum lagi adanya perilaku remaja usia 14-15 sudah pacaran, lalu kemudian dinikahkan, lalu bercerai. Nah, ini menyangkut pola pikir yang harus berubah,” ungkap Veronica.
Sejalan dengan agenda jangka panjang menuju Indonesia 2045, Veronica menjelaskan, pihaknya telah meluncurkan tiga program prioritas. Ketiga program tersebut meliputi Ruang Bersama Indonesia (RBI), perluasan fungsi layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, dan penguatan Satu Data Perempuan dan Anak. RBI merupakan inisiatif kolaborasi lintas sektor untuk menangani berbagai isu perempuan dan anak, termasuk kekerasan, stunting, dan kemiskinan.
“Program ini telah diimplementasikan di enam desa percontohan. Ini dalam rangka bottom-up, Masyarakat butuh apa, remaja butuh apa, keluarga butuh apa? Dengan begitu, bisa dilakukan perencanaan program sesuai kebutuhan masyarakat,” jelas Veronica.
Adapun perluasan pemanfaatan call center SAPA 129, sambung Veronica, tidak hanya dapat melayani kasus kekerasan, melainkan menangani permasalahan perempuan dan anak lainnya.
Sementara itu, percepatan pengembangan Satu Data Gender dan Anak yang dapat dimanfaatkan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan program yang tepat sasaran.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat Siti Muntamah menyampaikan apresiasinya atas inisiasi DP3AKB Jawa Barat dalam penyelenggaraan forum perangkat daerah urusan PPPA dan PPKB. Umi Oded, sapaan Siti Muntamah, mengatakan Komisi V memberikan atensi pada isu-isu PPPA dan PPKB di Jawa Barat. Dia meminta para pihak untuk bersinergi dan berkolaborasi dalam menyukseskan program PPPA dan PPKB di Jawa Barat.
“Kami di DPRD Jawa Barat berharap dilakukan optimalisasi program prioritas PPPA dan PPKB melalui kolaborasi yang saling memberi manfaat. Kedua, kami berharap adanya inovasi dan adaptasi agar setiap program bisa berjalan sesuai dengan kebutuhan Masyarakat. Kemudian, tidak kalah pentingnya adalah penguatan data dan evaluasi, sehingga data berkualitas bisa menghasilkan output berkualitas. Dengan demikian, Jabar Istimewa bisa benar-benar bis akita wujudkan,” tandas
Umi Oded.Di bagian lain, Pelaksana Harian Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Dodo Suhendar mengapresiasi kinerja program PPPA dan PPKB yang berhasil menurunkan angka kelahiran total dan prevalensi stunting. Dodo mengklaim hasil penghitungan terbaru menunjukkan angka pravalensi stunting di Jawa Barat sudah turun menjadi 14 persen, sesuai dengan target pemerintah pada 2024.
Dia berharap prevalensi bisa terus ditekan hingga menyentuh angka kurang dari dua digit pada tahun ini.***
Editor : Ude D Gunadi