DPRD Jabar Gelar Diskusi Revisi UU TNI, Jamin Tak Ada Dwifungsi ABRI

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat menggelar diskusi terkait Revisi Undang-undang (UU) TNI, menyusul aksi demonstrasi dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk mahasiswa, yang berlangsung selama beberapa hari.
Diskusi bertajuk "Revisi Undang-undang TNI: TNI Profesional, Supremasi Sipil Terjamin" yang berlangsung di Rooftop Gedung DPRD Jabar ini, bertujuan untuk memberikan informasi yang utuh dan akurat mengenai perubahan dalam UU tersebut.
Wakil Ketua DPRD Jabar, MQ Iswara mengatakan bahwa diskusi ini diinisiasi setelah pihaknya menerima aspirasi dari masyarakat selama 5-6 hari berturut-turut.
"Kami Pimpinan DPRD Jawa Barat menginisiasi untuk melakukan dialog terkait dengan Revisi Undang-undang TNI. Agar masyarakat termasuk teman-teman mahasiswa mendapatkan informasi yang utuh, yang akurat dari undang-undang yang sebelumnya seperti apa dan sekarang perubahannya seperti apa," kata Iswara, Kamis (27/3/2025).
Dialog yang dihadiri oleh Kodam III Siliwangi, DPRD Kota Bandung, dan berbagai pemangku kepentingan masyarakat ini, memberikan pemahaman yang lebih jelas kepada masyarakat khususnya peserta yang hadir.
"Ternyata setelah diberikan pemahaman yang utuh oleh Kepala Hukum Kodam III Siliwangi, masyarakat bisa melihat bahwa sebenarnya ini bukan undang-undang yang ada muatan terselubung. Artinya undang-undang ini adalah menegaskan kembali peran dan fungsi TNI. Sama sekali tidak ada niatan untuk kembali ke masa lalu, apalagi berbicara tentang Dwifungsi ABRI," terangnya.
Iswara mengatakan, revisi UU TNI ini justru memperjelas dan membatasi jumlah jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif.
"Kalau kita mau flashback ke kondisi sebelumnya, sebenarnya lebih banyak jabatan TNI yang udah diduduki sebelum aturan ini dibuat. Justru aturan ini dibuat untuk menegaskan bahwa dari 10 (di undang-undang sebelumnya), hanya 14 (UU TNI Baru)," ungkapnya.
"Jadi harus dibedakan, di Undang-undang TNI hanya 10 (sebelum revisi), di Undang-undang yang lain (kementerian) itu ada dibolehkan. Sekarang, Revisi Undang-undang TNI menegaskan bahwa hanya 14 yang boleh, sekarang bukan banyak yang masuk prajurit aktif TNI, banyak yang akan mundur sebenarnya malah," tambahnya.
Iswara memastikan, DPRD Jabar siap menerima aspirasi dari masyarakat di masa mendatang, dengan syarat aksi tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Hari ini pun sudah ada terwakili, tapi kami nanti kalau misalnya ada yang ingin menyampaikan aspirasi, tentunya sejauh sesuai dengan aturan seperti pemberitahuan H-1, yang disampaikan seperti apa. Kalau itu clear and clean, perizinannya semua ada, kita siap menerima, tentu saja perwakilan, kami siap berdialog dengan masyarakat Jawa Barat," tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala Hukum Kodam III/Siliwangi, Abdul Aziz menegaskan bahwa revisi Undang-undang (UU) TNI tidak memiliki niatan untuk mengembalikan dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru.
"Terkait dengan Dwifungsi ABRI terhadap perubahan Undang-undang TNI, itu tidak ada niatan bahwa TNI akan seperti zaman Orde Baru. Itu tidak ada, sama sekali tidak ada," tegas Abdul Aziz.
Abdul Aziz meminta masyarakat untuk melihat langsung isi dari perubahan UU tersebut dan menunjukkan pasal mana yang mengindikasikan adanya upaya untuk mengembalikan dwifungsi ABRI.
"Itu bisa dilihat dalam perubahan undang-undang itu sendiri. Yang mana sih dikatakan Dwifungsi ABRI itu yang mana? Pasal mana? Bunyinya bagaimana?" ucapnya.
Abdul Aziz menilai bahwa kekhawatiran yang muncul disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat, terutama mahasiswa, terhadap isi dari UU tersebut.
"Menurut kami (Revisi Undang-undang TNI) hanya masyarakat itu belum memahami, adik-adik kita mahasiswa belum memahami, apa sih isi dari undang-undang itu sendiri?" imbuhnya.
Terkait dengan Pasal 47 dalam revisi UU TNI, Abdul Aziz menjelaskan bahwa perubahan dari 10 menjadi 14 jabatan sipil yang dapat diisi oleh TNI aktif sebenarnya memperkuat payung hukum bagi jabatan-jabatan yang sudah ada sebelumnya.
"Kaitannya dengan Pasal 47 ini, bahwa dari 10 menjadi 14 itu sebetulnya sebelumnya sudah ada jabatan-jabatan itu. Tapi kan payung hukumnya tidak ada, makanya untuk menguatkan itulah direvisi. Dari 10 menjadi 14, itulah sebetulnya jabatan sipil yang bisa dijabar oleh TNI aktif, itu dikunci (di luar itu tidak boleh)," bebernya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bandung, Edwin Sanjaya berharap, diskusi terkait RUU TNI dapat memberikan penjelasan yang tepat kepada masyarakat. Dia juga menekankan pentingnya memberikan informasi yang berimbang agar tidak terjadi kesalahpahaman.
"Yang saya khawatirkan itu, Indonesia ini termasuk negara yang penduduknya itu miskin literasi, jarang membaca. Saya khawatir juga dalam persoalan Undang-undang TNI ini juga banyak warga masyarakat yang menolak karena mereka belum membaca dan belum memahami isi kandungan Undang-undang TNI ini," kata Edwin.
Edwin meyakini bahwa jika masyarakat mempelajari UU TNI dengan sungguh-sungguh dan hati yang bersih, seharusnya tidak ada masalah.
"Insya Allah sebetulnya kalau kita pelajari dengan sungguh-sungguh, dengan hati yang bersih tentunya, harusnya tidak ada persoalan," ucapnya.
Edwin juga menghimbau kepada kelompok masyarakat, mahasiswa, atau siapapun yang ingin menyampaikan pendapat, untuk melakukannya dengan tertib dan menjaga fasilitas publik.
"Yang ingin saya sampaikan di sini, saya menghimbau kalaupun ada kelompok masyarakat, adik-adik mahasiswa atau siapapun yang ingin menyuarakan pendapatnya, silakan saja karena ini negara demokrasi, diatur untuk menyuarakan pendapat," katanya.
"Tetapi tolong dijaga juga fasilitas publik, ruang publik, ketertiban dan sebagainya. Jangan sampai juga terjebak dalam tindakan-tindakan yang merusak, saya titip itu aja," tambahnya.
Ia menambahkan bahwa kekhawatiran yang disampaikan oleh massa aksi sebenarnya tidak terbukti. Oleh karena itu, ia berharap masyarakat dapat menyikapi isu ini dengan tenang dan bijaksana.
"Karena sebetulnya juga apa yang mereka (massa aksi) khawatirkan kan tadi sudah disampaikan, itu sebetulnya tidak ada, tidak terbukti. Lalu kalau sudah tidak terbukti, terus terlanjut berbuat kerusakan, kan yang rugi juga kita semua," ungkapnya.
"Saya berharap mudah-mudahan warga masyarakat bisa menyikapi ini dengan tenang, dengan bijaksana dan mudah-mudahan nanti dengan seiringnya waktu yang ada, massa aksi ini pelan-pelan akan berkurang dengan sendirinya," tandasnya.
Editor : Agung Bakti Sarasa