Naskah Kuno Sunda Masuk Nominasi UNESCO: Warisan Moral dan Budaya dari Abad ke-16

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Kabar gembira datang dari dunia literasi dan warisan budaya! Naskah kuno Sunda yang sarat akan kearifan, "Sanghyang Siksa Kandang Karesian," kini masuk dalam nominasi bergengsi Memory of the World (MoW) UNESCO periode 2024-2025. Pengakuan ini mensejajarkan naskah berusia lebih dari 500 tahun tersebut dengan karya-karya agung dunia lainnya.
Dewan Eksekutif UNESCO baru-baru ini mengumumkan 74 nominasi yang direkomendasikan oleh International Advisory Committee (IAC) MoW UNESCO, termasuk "Sanghyang Siksa Kandang Karesian" yang diajukan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI). Naskah ini menjadi satu-satunya yang dimiliki Indonesia dan saat ini tersimpan aman di Perpusnas dengan nomor registrasi L 630. Selain itu, karya-karya ulama sufi Hamzah Fansuri juga masuk nominasi melalui pengajuan bersama Perpusnas dan Perpustakaan Negara Malaysia.
"Siksa Kandang Karesian": Ajaran Suci untuk Kehidupan Bermasyarakat
Judul "Siksa Kandang Karesian" jika diterjemahkan berarti "Ajaran Suci bagi Masyarakat dari Kalangan Resi." Naskah yang diperkirakan ditulis pada tahun 1518 Masehi ini berisi pitutur (nasihat) tentang berbagai aspek kehidupan yang relevan bagi ayah, ibu, anak, dan seluruh anggota masyarakat, demi mencapai kemaslahatan lahir dan batin. Dalam tatanan masyarakat Sunda kuno (Tritangtu), Resi merupakan kaum agamawan yang memiliki kedudukan sejajar dengan Rama (pemimpin spiritual/adat) dan Ratu (pemimpin pemerintahan).
Perpusnas RI menilai bahwa "Sanghyang Siksa Kandang Karesian" memiliki signifikansi universal karena memuat ajaran moral masyarakat Sunda yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan integritas. Lebih dari sekadar itu, naskah ini juga merupakan artefak budaya yang berharga, menggambarkan lanskap sosial, politik, dan ekonomi masyarakat Sunda pada abad ke-16 serta interaksinya dengan bangsa lain.
Kelangkaan yang Tak Ternilai:
Keistimewaan lain dari naskah ini adalah kelangkaannya. "Naskah ini termasuk langka karena hanya ada dua naskah saja di dunia sehingga nilai signifikansinya sebagai dokumen, tidak tergantikan," demikian pernyataan dari situs Perpusnas RI. Kedua naskah tersebut tersimpan di Perpusnas RI dengan nomor L 630 dan L 624, keduanya menjadi saksi bisu sejarah sebagai naskah Sunda Kuno tertua yang mencantumkan tahun penulisannya.
Naskah L 630 yang tertulis di daun lontar ditemukan oleh pelukis terkenal Raden Saleh saat berkeliling di Priangan. Sementara naskah L 624 didapatkan dari pemberian Bupati Bandung Wiranatakusumah IV pada abad ke-19 kepada Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (cikal bakal Museum Nasional).
Untaian Kata Penuh Makna:
Dalam bentuk puisi, "Sanghyang Siksa Kandang Karesian" kaya akan kutipan-kutipan indah dan bermakna. Salah satu kutipan yang populer di media sosial berbunyi:
Tadaga carita angsa
Gajendra carita banem,
Matsyanem carita sagarem
Puspanem carita bangbarem
Yang berarti:
Bila ingin tahu telaga, tanyalah angsa
bila ingin tahu hutan, tanyalah gajah
bila ingin tahu laut, tanyalah ikan
bila ingin tahu bunga, tanyalah kumbang
Kutipan ini secara filosofis menggambarkan pentingnya bertanya kepada ahlinya untuk memahami suatu hal.
Kujang di Mata Petani, Golok di Tangan Raja:
Lebih jauh lagi, naskah ini memberikan wawasan menarik tentang penggunaan senjata pada masa itu. Kujang, senjata khas Jawa Barat yang kini sering dianggap sebagai pusaka, ternyata dulunya merupakan alat yang digunakan oleh petani. Sebaliknya, golok yang kini lazim dipakai petani, justru menjadi senjata para raja. Dalam naskah disebutkan:
"Senjatanya sang prabu adalah pedang, abet, pamuk, golok, peso, tondot, keris, raksaksa dijadikan dewanya, itulah senjata guna membunuh (musuh). Senjatanya petani adalah : kujang, baliung, patik, kored, sadap, Detya dijadikan dewanya; itulah untuk mengambil apa yang bisa dimakan dan diminum."
Masuknya "Sanghyang Siksa Kandang Karesian" dalam nominasi MoW UNESCO adalah pengakuan dunia atas kearifan lokal Sunda yang terkandung dalam naskah kuno ini. Semoga pengakuan ini semakin meningkatkan kesadaran akan pentingnya melestarikan warisan budaya bangsa.
Editor : Agung Bakti Sarasa