Tradisi "Ngencleng" di Polsek Pameungpeuk: Dari Kaleng Bekas Menjadi Jembatan Harapan Warga Miskin

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Suasana apel pagi di halaman Mapolsek Pameungpeuk, Kabupaten Bandung, tampak biasa seperti hari-hari sebelumnya. Barisan anggota polisi berdiri tegak, mendengarkan instruksi dari atasan. Namun, sesaat setelah apel usai, suasana berubah lebih hangat.
Seorang anggota tampak membawa sebuah kaleng bekas kue, berkeliling dari satu personel ke yang lain. Kaleng itu bukan sekadar wadah kosong. Di dalamnya, tersimpan harapan warga yang hidup dalam keterbatasan.
Tradisi ini dikenal dengan nama "ngencleng", sebuah inisiatif kemanusiaan yang telah berjalan lebih dari satu tahun di Polsek Pameungpeuk. Program ini menjadi bentuk kepedulian anggota kepolisian terhadap masyarakat sekitar yang membutuhkan.
“Awalnya ini hanya ide sederhana. Kalau kami bisa patungan sedikit dari uang pribadi, kenapa tidak? Ternyata sambutannya luar biasa,” ujar Kapolsek Pameungpeuk AKP Asep Dedi saat diwawancarai usai apel pagi, Selasa (20/5/2025).
Program "ngencleng" awalnya hanya dilakukan setiap hari Jumat. Namun karena semangat kebersamaan dan efek positif yang dirasakan, kegiatan ini kini dilakukan dua kali seminggu, yakni setiap Selasa dan Jumat.
Tidak ada paksaan. Anggota yang memiliki rezeki lebih bisa menyumbang seikhlasnya. Bagi yang belum mampu, cukup memberikan dukungan moral.
Meski jumlah dana yang terkumpul per minggu tergolong kecil—sekitar Rp200.000 hingga Rp300.000, hasilnya memberi dampak besar. Hingga kini, sudah 11 rumah tidak layak huni (Rutilahu) yang direnovasi melalui hasil kegiatan ini.
“Uangnya mungkin tidak besar, tapi niat dan kepeduliannya yang besar. Warga yang tadinya tinggal di rumah reyot, kini bisa hidup lebih layak,” tambah Asep.
Selain merenovasi rumah, hasil dari ngencleng juga pernah digunakan untuk membantu seorang warga yang kehilangan sepeda motor akibat penipuan. Semua dilakukan tanpa publikasi besar-besaran, hanya bermodal niat baik.
Proses pengumpulan dan penghitungan uang pun menjadi momen yang penuh keakraban di kantor polisi. Guyonan dan tawa ringan menjadi pelengkap kegiatan tersebut, membentuk suasana kerja yang lebih solid dan penuh empati.
“Kadang hasilnya kecil, tapi prosesnya sangat menyenangkan. Ini juga membangun solidaritas antaranggota,” ujar Asep lagi.
Program ini tak hanya berdampak di internal kepolisian. Semangat berbagi ini kini mulai menular ke warga sekitar, terutama lewat peran aktif para Bhabinkamtibmas yang mengajak masyarakat ikut bersumbangsih.
Antusiasme warga cukup tinggi. Banyak yang ikut menyumbang, baik materi maupun tenaga, membuktikan bahwa gotong royong belum mati di tengah kehidupan modern.
Rencananya, rumah ke-12 yang akan direnovasi terletak di Desa Mangunjaya. Proses survei telah dilakukan sejak dua bulan lalu, dan pembangunan direncanakan dimulai dalam waktu dekat.
“Bantuan tidak harus datang dari lembaga besar. Bahkan kaleng bekas pun bisa menjadi jembatan perubahan,” pungkas Asep, menutup wawancara dengan senyum optimistis.
Editor : Agung Bakti Sarasa