Modantara Angkat Bicara Soal Wacana Regulasi Ojek Online: Jangan Sampai Niat Baik Jadi Krisis!

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Aksi penyampaian pendapat sejumlah mitra pengemudi daring hari ini mendapatkan perhatian dari Modantara, sebuah entitas yang menaungi kepentingan sektor mobilitas dan pengantaran digital. Mereka menekankan bahwa sektor ini adalah urat nadi kehidupan masyarakat modern dan menyoroti potensi bahaya dari wacana regulasi yang dinilai kurang tepat.
Modantara secara tegas menyuarakan kekhawatiran terhadap wacana pemaksaan komisi sebesar 10% dan reklasifikasi mitra pengemudi menjadi pegawai tetap. Menurut mereka, kebijakan tersebut bukan hanya berisiko, tetapi juga dapat menghentikan laju ekonomi digital di Indonesia. Dengan lugas, adil, dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang, Modantara mengingatkan agar niat baik dalam regulasi tidak justru berujung pada krisis baru.
"Kami memahami keresahan para mitra pengemudi, namun solusi yang ditawarkan harus berpijak pada realitas ekonomi, bukan sekadar wacana politik," ujar Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, dalam keterangan resminya, Kamis (22/5/2025).
Ia menambahkan, "Ekosistem ini telah terbukti menjadi bantalan sosial yang signifikan saat krisis. Oleh karena itu, kebijakan yang mengaturnya harus didasarkan pada data yang valid dan mempertimbangkan dampak jangka panjang."
Mengapa Komisi 10% Bukan Solusi Universal?
Modantara berpendapat bahwa komisi dalam industri ini tidak dapat diseragamkan layaknya tarif parkir. Sektor mobilitas dan pengantaran digital bergerak dinamis dan tumbuh pesat tanpa adanya aturan yang kaku dan seragam. Pemaksaan batasan komisi 10% dapat memaksa sejumlah platform untuk mengubah model bisnis mereka secara drastis dan mendadak, yang berpotensi menimbulkan efek kompleks, sistemik, dan mengancam stabilitas ekonomi.
Setiap platform memiliki model bisnis yang unik, dengan tawaran komisi yang bervariasi, disesuaikan dengan segmentasi layanan, target pasar, inovasi teknologi, dan kebutuhan mitra pengemudi. Hal ini memberikan keleluasaan bagi mitra untuk memilih platform dengan skema komisi yang paling sesuai dengan preferensi mereka, tanpa perlu adanya pemaksaan penyeragaman.
Pemaksaan komisi tunggal dikhawatirkan akan:
Reklasifikasi Mitra: Melindungi atau Menghilangkan Pekerjaan?
Gagasan untuk menjadikan seluruh mitra pengemudi sebagai karyawan tetap mungkin terdengar mulia. Namun, Modantara mengingatkan bahwa realitas di lapangan bisa berkata lain. Berdasarkan data dari Svara Institute pada tahun 2023, jika skema reklasifikasi mitra diberlakukan, lebih dari 1,4 juta pekerjaan berpotensi hilang, dan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berisiko mengalami penurunan hingga 5,5%.
Kajian dan pengalaman internasional juga menunjukkan bahwa perubahan status mitra menjadi karyawan penuh waktu secara massal dapat berakibat:
Tarif Harus Adil, Realistis, dan Berbasis Data
Modantara mendukung upaya peningkatan kesejahteraan mitra pengemudi, karena mitra yang sejahtera akan menopang pertumbuhan industri yang sehat. Namun, dalam setiap kebijakan terkait tarif, pemerintah pusat dan daerah diharapkan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk daya beli konsumen di berbagai wilayah, variasi biaya operasional kendaraan dan kondisi geografis, serta potensi pengurangan layanan di area non-komersial jika tarif dipaksakan terlalu tinggi.
Regulasi Tarif Pengantaran Barang dan Makanan Jangan Disamakan dengan Logistik Konvensional
Sektor pengantaran barang dan makanan berbasis digital (On-Demand Service/ODS) berkembang di luar kerangka regulasi yang dinilai sudah tidak relevan, seperti Undang-Undang Pos No. 38/2009 yang dirancang untuk era logistik konvensional. Modantara mendorong peninjauan ulang ekosistem regulasi secara menyeluruh, termasuk kejelasan lintas kementerian dan lembaga yang berwenang. Regulasi tarif juga harus mengakui keragaman skema kendaraan dan jenis layanan ODS.
Pendapatan Minimum: Tujuan Baik, Risiko di Lapangan
Modantara menghargai semangat untuk meningkatkan kesejahteraan mitra melalui pemberlakuan pendapatan minimum. Namun, kebijakan ini tanpa mempertimbangkan dinamika pasar digital berisiko membatasi rekrutmen mitra baru, menaikkan biaya layanan, dan bahkan membuat platform meninggalkan wilayah operasi yang dianggap tidak ekonomis.
Alih-alih pendekatan seragam, Modantara mendukung solusi yang lebih adaptif dan kolaboratif, seperti akses pembiayaan ringan melalui skema UMKM, insentif bebas parkir, pembebasan PPN dan bea masuk onderdil kendaraan, serta optimalisasi perlindungan sosial melalui BPJS dan pelatihan kewirausahaan.
Pernyataan Modantara ini menjadi penting dalamDiskursus mengenai regulasi sektor mobilitas dan pengantaran digital di Indonesia, menyoroti perlunya keseimbangan antara perlindungan mitra pengemudi dan keberlanjutan ekosistem ekonomi digital secara keseluruhan.
Editor : Rizal Fadillah