Gaya Kepemimpinan 'Superman' Dedi Mulyadi Dikritik, Dinilai Tidak Sehat dan Tidak Efektif

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Gaya kepemimpinan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menuai sorotan tajam. Direktur Riset Indonesian Political Studies (IPS), Arman Salam, menilai bahwa pendekatan "superman" yang diterapkan Dedi Mulyadi sangat tidak sehat dan tidak efektif dari aspek manajemen pemerintahan. Kritik ini disampaikan Arman kepada awak media di Jakarta pada Kamis (29/5/2025).
"Baik dari aspek kultur maupun sistem pemerintahan saat ini, termasuk Jawa Barat, cara superman Dedi Mulyadi sangat buruk, tidak sehat dan dijamin tidak efektif," tegas Arman. Menurutnya, sudah saatnya gubernur yang akrab disapa KDM itu mengubah pola kepemimpinannya menjadi "supertim", bukan lagi "superman".
Arman mencontohkan, di lingkungan pemerintahan provinsi, KDM terkesan berjalan sendiri tanpa memberikan peran yang cukup kepada wakil gubernurnya. Hal ini menciptakan kesan bahwa ia ingin menonjol sendiri, bukan sebagai bagian dari sebuah tim kerja. Begitu pula dalam interaksinya dengan para kepala daerah di bawah komandonya, KDM dinilai seolah ingin mengambil alih peran mereka, bahkan terkadang mempermalukan mereka di depan umum.
"Ini pasti tidak sehat dari aspek manajemen pemerintahan," kata Arman. Ia menambahkan bahwa semua masalah seolah ingin diatasi sendiri oleh gubernur, padahal pada akhirnya para bupati dan walikota juga yang harus membereskannya.
Lebih lanjut, Arman juga menyoroti penggunaan media sosial seperti YouTube dan TikTok oleh Dedi Mulyadi. Meskipun di satu sisi bisa efektif untuk menunjukkan kinerjanya kepada rakyat, di sisi lain, konten yang ditampilkan dinilai tidak mendidik karena "mengelabui dan meninabobokan rakyat."
Salah satu contoh yang sering terlihat adalah aksi bagi-bagi uang yang dilakukan KDM di media sosial. Arman mempertanyakan efektivitas aksi tersebut dalam penanganan angka kemiskinan yang tinggi di Jawa Barat. "Berapa banyak sih orang yang bisa dikasih uang oleh KDM dibanding jutaan warga miskin di Jabar," ucapnya.
Arman juga mengkritik bahwa pemberian uang tersebut terkesan dipilih-pilih dan hanya dilakukan saat ada kamera, yang menurutnya tidak menyelesaikan masalah kemiskinan secara fundamental. Oleh karena itu, Arman menilai wajar jika sebagian warga Jawa Barat menjuluki KDM sebagai "gubernur konten." Ia juga mempertanyakan berapa banyak waktu yang dihabiskan KDM untuk membuat konten yang menghasilkan uang, meskipun sebagian hasilnya diberikan kepada rakyat.
Terakhir, Arman menekankan pentingnya transparansi dalam aksi bagi-bagi uang tersebut. "Rakyat harus tahu, apakah uang yang dibagikan itu dari APBD, atau dari hasil ngonten. Terbuka saja," pungkasnya.
Editor : Rizal Fadillah